Selasa, 30 September 2014

MISTERI “BATU MINGNGANGA” DIANTARA DUA PULAU KERAMAT

MISTERI “BATU MINGNGANGA” DIANTARA DUA PULAU KERAMAT
Negeri Indonesia telah menjadi buah bibir di kalangan masyarakat dunia karena kekayaan dan keindahan alamnya. Banyak turis yang kemudian datang ke negeri ini hanya sekedar untuk melihat kekayaan dan keindahan alam Indonesia. Kekayaan alam Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan alam tersebut berasal dari daratan maupun lautan. Khusus di lautan, Indonesia memiliki banyak kekayaan baik dari terumbu karangnya, biota lautnya sampai pada budaya maritimnya. salah satu wilayah Indonesia yaitu Provinsi Sulawesi Barat memiliki keakenaragaman laut yang sangat kaya. Akan tetapi dibalik kekayaan tersebut terdapat sebuah cerita-cerita mistis yang menjadi buah bibir di masyarakat setempat yang membuat para nelayan diselimuti ketakutan ketika mereka melaut.  Mereka biasa menyebutnya “Hantu Laut”.

Dari beberapa cerita-cerita mistis di perairan Sulawesi Barat terdapat sebuah cerita dari perbatasan Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Polewali Mandar. Polewali Mandar menyimpan beberapa kisah tentang “hantu laut” dan salah satunya adalah ”Batu Mingnganga”. Batu Mingnganga terletak di Kabupaten Polewali Mandar, Kecamatan Binuang, antara Desa Rea Timur dengan Kelurahan Amassangan, antara Pulau Salama (Pulau To Salama) dengan Pulau Battoa.

Batu Mingnganga merupakan sebutan masyarakat sekitar. Batu Mingnganga terbentuk dari beberapa buah kumpulan batu besar yang membentuk sebuah lingkaran. Bentuk batu tersebut seperti sebuah mulut yang sedang terbuka (menganga) sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Batu Mingnganga (Batu yang menganga). Sebagian masyarakat percaya bahwa batu ini hidup dan bisa bergerak.

Banyak cerita dari orang tua tempo dulu yang mengisahkan tentang keramatnya Batu Mingganga. Salah satunya kesaksian saya dapatkan dari  Nenek saya sendiri yang bernama Abdul Karim yang tinggal di Pulau Salama. Menurut beliau keberadaan dan bagaimana munculnya Batu Mingganga masih menjadi misteri. Menurutnya, batu tersebut awalnya berukuran kecil tapi lama kelamaan batu tersebut berubah menjadi besar seiring dengan perkembangan waktu. Ketika saya bertanya mengapa batu tersebut berubah menjadi besar, beliau tidak mengetahuinya secara pasti. Masyarakat setempat juga tidak mengetahui bagaimana batu tersebut berubah menjadi besar.

Tidak diketahui apakah batu tersebut hidup atau mati karena di satu sisi batu itu tidak pernah bergerak, tapi disisi lain (menurut pengakuan narasumber) bahwa zaman dahulu batu tersebut mempunyai lidah dan gigi, tapi sekarang gigi terebut telah hilang setelah di tombak oleh beberapa serdadu belanda yang melintasi daerah itu. “dulu, ada 2 buaya yang  selalu mengelilingi batu itu akan tetapi pada saat ini buaya tersebut sudah tidak ada lagi, entah kenapa buaya itu sudah tidak mengelilingi batu itu” kata beliau.

Ada juga cerita lain yang mengisahkan munculnya Batu Mingganga dan cerita ini saya dapatkan waktu masih berusia 9 tahun ketika saya masih sering ke Pulau Salama untuk berziarah salah satu kubur keramat yang bernama  Syekh Haji Abdul Rahim Kamaluddin dan menurut penuturan narasumber bahwa beliau merupakan penyebar islam di pulau tersebut. Menurut kisahnya dahulu kala pernah terjadi pertarungan antara ular dengan buaya. Perkelahian tersebut berlangsung sangat lama dan sengit. Namun pertarungan kedua binatang itu akhirnya berakhir ketika mendapat kutukan, ular dikutuk menjadi Batu Mingnganga dan buaya dikutuk menjadi sebuah pulau.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat pada zaman dahulu, pada saat ingin ke laut dan menyeberang ke Pulau Salama yg terlebih dahulu melewati Batu Mingnganga,  ada beberapa pantangan, yaitu wanita hamil dilarang untuk  melewati batu tersebut karena pernah ada suatu kejadian (menurut narasumber) ketika ada seorang wanita hamil dengan usia kandungannya Yang baru berusia 3 bulan dan dia melewati Batu Mingnganga, dia tiba tiba keguguran. Ada pula kejadian ketika suatu hari ada yg melewati batu tersebut dan dia menunjuknya, pada saat itu pula jari telunjuknya tidak bisa kembali ke tempat semula.

masyarakat pada zaman dahulu juga mempercayai ketika melewati batu tersebut kita dilarang lewat dibelakangnya dan harus lewat didepan batu itu. Ketika lewat kita diharuskan untuk melempar sebuah telur demi kelancaran perjalanan sampai di tempat tujuan. Menurut narasumber, pada zaman Belanda pernah ditemukan mayat di laut dan menurut mereka dia mati karena melanggar beberapa pantangan yang berlaku pada masyarakat setempat.

Akan tetapi di zaman modern ini, kepercayaan tersebut sudah mulai luntur. Menurut narasumber kemistisan Batu Mingnganga tidak lagi seperti dahulu karena beliau sering melihat sudah banyak orang yang lalu lalang disekitar Batu Mingganga tanpa mengindahkan kepercayaan-kepercayaan masyarakat tempo dulu. Selain itu juga ditemukan banyaknya pemancing yang berkeliaran disekitaran batu tersebut. Tidak ada yang tahu entah kenapa kemistisan batu itu menjadi hilang.


Dari beberapa kererangan narasumber di atas, penulis menyimpulkan bahwa Batu Mingganga merupakan sebuah mitos yg dimana keberadaan batu tersebut telah ada sejak lama dan kebenaran cerita itu masih perlu dibuktikan melalui sebuah penelitian yang lebih lanjut dengan bukti-bukti atau asumsi-asumsi yang mengarah pada kebenaran cerita tersebut. Namun, cerita mistis mengenai Batu Mingnganga yang keramat telah menjadi tradisi lisan para orang tua terdahulu yang telah diwariskan secara turun-temurun. Nilai yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah bahwa kita sebagai manusia yang hidup berdampigan dengan sesama makhluk hidup harus saling menghormati. Cerita mistis dibalik keberadaan Batu Mingnganga biarlah menjadi cerita yang selalu mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga dan memperhatikan tingkah laku ketika berada di lautan karena di dunia ini bukan hanya manusia saja yang hidup, makhluk lainnya pun hidup berdampingan dengan kita. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini dan eloknya kita harus menjaga alam ini dari kerusakan. 

DAFTAR PUSTAKA
Keterangan Narasumber: Abdul Karim
Cerita-Cerita Rakyat

5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. Wah menarik,,, lebih bagus kalo dikasikkan juga fotonya itu batu di'?? hehehe penasaranka' :):)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, sementara ini blm ada dokumentasi batu tersebut krn blm ada yg berani menemani saya menuju lokasi batu mingnganga. Tp inshaallah setelah sy dapat fotonya sy akan langsung posying di blog

      Hapus
  3. Sudah 3 tahun, foto batunya belum ada, situ niat nga sih ??? Kalau memang nga percaya sama mitosnya, trus kenapa harus ditemenin ? Knp nga pergi sendiri aja ?? Katanya nga percaya tpi toh nyatanya minta ditemenin.

    BalasHapus