Kamis, 02 Februari 2017

“MANDAR” SEBAGAI IDENTITAS POLITIK ATAU IDENTITAS BUDAYA?

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk kegelisahan melihat kesalahpahaman sejarah di Tanah Mandar yang tercinta ini. kesalahpahaman yang saya maksud adalah paradigma masyarakat dalam memaknai identitas Mandar yang sebenarnya. Saat kuliah dulu, ada yang bertanya waktu saya sedang berincang-bincang dengan beberapa teman menggunakan bahasa mandar "orang mandar ki di'?", saya menjawabnya "iya, orang mandar ka", dia bilang "ohh.. pantasan tidak asing cara ta bicara karena ada temanku juga orang mandar kayak mirip carata bicara". sebenarnya tidak ada yang aneh dari pertanyaan tersebut, akan tetapi saya bertanya-tanya apakah ketika orang-orang berbahasa mandar, mereka disebut orang mandar?. pertanyaan tersebut kemudian berkembang jika saya tidak tahu bahasa mandar tapi saya lahir dan besar di tanah mandar, apakah saya bukan orang mandar?.  Untuk lebih memahami tentang identitas Mandar yang sebenarnya, marilah terlebih dahulu menyimak tentang sejarah terbentuknya persekutuan Mandar.

Mandar merupakan nama salah satu suku besar yang mendiami daerah Sulawesi Selatan sebelum memisahkan diri dengan induknya dan membentuk sebuah daerah baru bernama Sulawesi Barat. Cikal bakal penduduk yang mendiami daerah Mandar adalah kelompok-kelompok masyarakat yang masing-masing dipimpin oleh Tomakaka (dapat diartikan sebagai seorang kakak atau orang yang lebih dituakan sehingga diangkat sebagai seorang pemimpin dalam suatu satu tempat).  

Kondisi kehidupan pada masa Tomakaka memiliki kebebasan dan kemerdekaannya dalam melaksanakan pemerintahan dan mengatur masyarakatnya masing-masing. Pemimpin-pemimpin dalam satu tempat memiliki otonomi dalam membuat aturan atau kebijakan untuk masyarakatnya. Jadi antara satu tempat dengan tempat lainnya memiliki aturan yang berbeda. Kondisi tersebut sangat rentan memicu konflik dan dapat mengakibatkan perang antara satu pemimpin kelompok dengan pemimpin lainnya. Peperangan biasanya dilakukan untuk memperluas kekuasaan demi mendapatkan daerah baru. Perang ini juga merupakan sebagai ajang unjuk kekuatan kepada kelompok lain untuk memperlihatkan bahwa kelompoknya lah yang paling kuat. Beberapa pemimpin kelompok juga menggabungkan kekuatannya agar mereka dapat menaklukkan sebuah daerah dengan mudah. Konflik dan peperangan ini terjadi di berbagai tempat dan berlangsung sangat lama sehingga menyebabkan kondisi masyarakat Mandar pada saat itu tidak tentram dan tidak stabil.

Konflik ini akhirnya berhasil dipadamkan oleh seorang panglima perang dari kerajaan Gowa yang merupakan putera asli Mandar bernama I Manyambungi atau yang lebih dikenal dengan nama Todilaling. I Manyambungi menyerang beberapa kelompok masyarakat yang dianggap telah berbuat onar dan menyebarkan teror. Setelah kondisi aman dan penyebar teror berhasil dikalahkan, I Manyambungi kemudian membentuk sebuah kerajaan besar yang merupakan gabungan dari beberapa wilayah Tomakaka bernama Kerajaan Balanipa. Kerajaan baru tersebut dipimpin oleh I Manyambungi.

Setelah I Manyambungi wafat, ia kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Tomepayung. Pada masanya, Tomepayung berhasil menghimpun kekuatan dengan beberapa kerajaan di Mandar dalam perjanjian Tammejarra I yang dilaksanakan di Desa Tammejarra pada tahun 1580. Perjanjian ini dihadiri 6 kerajaan yang mendiami daerah pesisir. pada pertemuan ini, terbentuk sebuah persekutuan politik yang bernama Pitu Ba’bana Binanga (7 Kerajaan daerah pesisir) dengan tujuan saling tolong menolong ketika salah satu kerajaan dalam persekutuan tersebut membutuhkan . Di daerah pegunungan, sebuah konfederasi politik juga terbentuk. 7 kerajaan yang berada di daerah pegunungan membentuk sebuah konfederasi politik bernama Pitu Ulunna Salu (7 Kerajaan yang berada di hulu sungai).

Setelah Tomepayung wafat, belau kemudian digantikan raja selanjutnya yang bernama I Daetta. Raja sebelumnya telah berhasil menghimpun kekuatan politik yang sangat besar di daerah pesisir pantai, I Daetta kemudian berinisiatif untuk membentuk sebuah konfederasi yang lebih besar lagi bersama dengan 7 kerajaan yang berada di hulu sungai. I Daetta bersama dengan beberapa kerajaan lain yang tergabung dalam Konfederasi Pitu Ba’bana Binanga melakukan sebuah perjanjian poltik dengan Konfederasi Pitu Ulunna Salu pada tahun 1610. Perjanjian ini  disebut dengan Tammejarra II. Perjanjian ini menyepakati agar kerajaan dari Pitu Ba’bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu saling menjaga dari serangan kerajaan lain di luar wilayah Mandar. Pitu Ba’bana Binanga menghadang serangan dari arah pesisir pantai atau laut sedangkan Pitu Ulunna Salu menghadang serangan dari arah gunung atau hulu sungai.

Kata Mandar memiliki beberapa arti. Banyak penggiat sejarah dan budaya yang  menafsirkan kata Mandar. Ada yang berpendapat bahwa kata Mandar diambil dari nama sebuah sungai yang berada di Kerajaan Balanipa. Pendapat lain dikemukakan oleh A. Syaiful Sinrang (Tokoh Penggiat sejarah di Mandar) mengatakan bahwa Mandar berarti Cahaya dan Darwis Hamzah mengatakan bahwa Mandar berasal dari kata Sipamandaq yaitu saling menguatkan.

Dari beberapa penjelasan di atas jelas bahwa kata Mandar bukan untuk menyebut sebuah identitas budaya maupun bahasa melainkan untuk menunjukkan sebuah daerah atau tempat. Daerah atau tempat yang dimaksud adalah seluruh kerajaan yang tergabung dalam perjanjian Tammejarra II. Perjalanan sejarah pun mengatakan demikian, perjanjian Tammejarra I dan II menunjukkan bahwa semua kerajaan harus saling melindungi dan saling menguatkan. Hal tersebut sama dengan arti kata Mandar yang saling menguatkan. Jadi identiras Mandar yang sebenarnya menunjukkan sebuah tempat atau daerah bukan menunjukkan bahasa atau budaya.

Namun, banyak masyarakat saat ini yang salah paham mengenai kata Mandar. Menurut sebagian besar masyarakat, kata Mandar dipakai untuk menunjukkan bahasa maupun budaya. Mereka menganggap orang Mandar adalah orang yang berbahasa Mandar. akan tetapi bahasa dan budaya di daerah Mandar berbeda-beda. Contohnya saja masyarakat yang ada di Mamuju dan Mamasa, mereka memakai bahasa dan logat yang berbeda dari masyarakat yang ada di daerah Majene. Menurut penafsiran saya, bahasa Mandar yang umum digunakan oleh masyarakat Mandar saat ini berasal dari daerah Balanipa. Seperti yang saya sebutkan tadi, salah satu asal mula kata Mandar berasal dari sungai Mandar yang berada di daerah Balanipa, jadi mereka menyebutnya dengan bahasa Mandar. Arti kata Mandar akan terlalu sempit jika kita memaknai orang Mandar adalah seseorang yang mampu berbahasa Mandar. Jika memaknainya demikian, mungkin sebagian besar masyarakat tidak mengakui dirinya sebagai orang Mandar 

Persatuan politik di Mandar telah terealisasi setelah terbentuknya Sulawesi Barat yang daerahnya meliputi bekas wilayah Konfederasi Tammejarra II. Jadi paradigma masyarakat mengenai kata Mandar harus diubah. Kita harus memahami arti kata Mandar yang sebenarnya sebagai identitas politik yang menyatukan seluruh masyarakat dari perbatasan Kabupaten Polewali Mandar sampai di penghujung Kabupaten Mamuju Utara dalam bingkai kemajemukan.  

JEJAK PENGABDIAN DI PERBATASAN BARAT WAROPEN, PAPUA



Pendidikan merupakan hak segala bangsa begitupun mereka yang berada di pelosok negeri. Sarana dan Prasarana yang tidak memadai menjadikan mereka "spesial" di banding mereka yang mendapatkan sarana dan prasarana yang layak di Bidang Pendidikan. walaupun dengan segala keterbatasannya, mereka tetap semangat untuk menuntut ilmu demi meraih mimpi-mimpi kecilnya.

Pemerintah telah melaksanakan Program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Teringgal) untuk mengatasi kekuarangan guru dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah Pedalaman. Program ini mengirimkan tenaga guru yang sudah melewati serangkaian tes dengan tingkatan yang cukup sulit. mereka yang lulus adalah pilihan dari negara untuk mengemban tugas penting demi menciptakan generasi emas Indonesia. Calon Guru Profesional ini nantinya harus mengabdi selama setahun untuk mendidik mereka yang berada di pelosok negeri

Motto "Setahun Mengabdi, Selamanya Menginspirasi" menjadi penyemangan dalam melaksanakan Tugas. berikut adalah Video Dokumenter mengenai pengabdian saya sebagai Guru SM-3T di SD Negeri Dokis, Kampung Dokis, Distrik Wapoga, Kabupaten Waropen, Provinsi Papua. 



Sabtu, 10 Desember 2016

RENUNGAN 10 NOVEMBER: PAHLAWAN YANG “TERLUPAKAN”


Hj. Maaemunah Djud Pantje
(Pimpinan Kelaskaran GAPRI 5.3.1

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia tentunya menjadi sebuah peristiwa yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan dan masih menjadi buah bibir pada era modern ini. Peristiwa tersebut masih sangat seksi untuk menjadi santapan bagi para akademisi khususnya yang bergelut pada kajian sejarahnya. Namun masih banyak kisah yang menjadi sebuah misteri dan pantas untuk di perbincangkan walaupun kejadiannya telah berlangsung berpuluh-puluh tahun silam. Salah satu kisah yang perlu diperbincangkan adalalah mengenai beberapa nama sosok pejuang yang seakan-akan hilang ditenggelamkan oleh beberapa nama pejuang yang mempunyai nama besar dan di elu-elukan sebagai sang pahlawan.

Kisah perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada rentan waktu 1945-1949 merupakan salah satu babak baru penentu dalam perkembangan sejarah Indonesia. Pertempuran antara pejuang kemerdekaan dengan penjajah (Tentara Belanda dan Tentara Sekutu) yang ingin kembali menancapkan kuku kekuasaannya di Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Berbagai daerah di penjuru Indonesia mulai berkecamuk. Bentrokan antara pemuda pejuang dengan para serdadu dari negeri asing mulai berlangung dimana-mana.  

Salah satu daerah yang berjuang untuk mengusir penjajah pada saat itu adalah daerah Mandar yang saat itu dikenal dengan Afdeling Mandar. Pejuang yang gagah berani melawan para penjajah ini kemudian menuliskan tinta emas dalam perjuangannya. Salah satu pejuang yang terkenal di daerah Mandar adalah Andi Depu, seorang Mara’dia yang berasal dari Kerajaan Balanipa. Perjuangannya dalam menghadapi para serdadu asing yang ingin menguasai kembali negeri ini menjadi catatan emas dalam karir kepahlawanannya. Wanita yang dijuluki “Srikandi Mandar” ini menjadi pusat perjuangan di Afdeling Mandar khususnya di daerah Tinambung. Perjuangan yang tak kenal lelah telah melambungkan namanya sebagai pejuang kemerdekaan.  Namun ada sedikit cerita tentang kepahlawanan seorang “Srikandi Muda” lainnya yang berasal dari pelosok Majene. Pejuang yang kurang mendapat perhatian dalam penulisan sejarah kemerdekaan di daerah Mandar. Akan tetapi, sejarah telah membuktikan bahwa beliau  memainkan peran yang sangat penting dalam mengusir bangsa penjajah dan berhasil mempertahankan negeri yang baru merdeka ini.

Beberapa nama besar pahlawan telah menenggelamkan beberapa nama kecil pahlawan yang telah berjuang dengan perjuangan yang sama demi kemerdekaan Indonesia. Pahlawan dengan “nama besar” seolah menjadi patokan bahwa hanya merekalah yang pantas untuk diingat, kita tentunya perlu menghargai beberapa dari mereka yang bergelar pahlawan dengan “nama kecil”. Jangan karena nama besar beberapa pahlawan lantas kita melupakan beberapa nama yang patut menjadi panutan. Bukan untuk mendiskreditkan nama besar tersebut tetapi untuk memunculkan nama-nama yang seyogyanya patut untuk di ingat. Jangan sampai nama besar tersebut menenggelamkan beberapa nama kecil yang seharusnya anak cucu kita perlu mengetahuinya dan menjadi pembelajaran di sekolah-sekolah.

Salah satu nama yang mungkin “dilupakan’ yang ingin saya angkat adalah Maemunah sang Pempimpin Kelaskaran GAPRI 5.3.1 (Gabungan Pemberontak Republik Indonesia Kode 5.3.1) yang berpusat di Baruga, Majene. beliau mempunyai nama lengkap Hj. Siti Maemunah, lahir pada tahun 1916 di Baruga, Kabupaten Majene. Beliau tidak berasal dari keluarga kerajaan maupun bangsawan, beliau berasal dari keluarga petani kecil yang hidup dengan mengandalkan hasil dari kebun. Masa kecil Maemunah penuh perjuangan. Wanita kala itu mempunyai kedudukan di bawah naungan laki-laki baik status maupun peran dalam masyarakat, namun walaupun sebagai seorang wanita, Maemunah mempunyai pemikiran yang sangat luas. Baginya seorang wanita tidak harus hanya berada di rumah untuk membuatkan sarapan maupun menyiapkan makanan bagi kaum pria. Beliau menganggap bahwa tidak hanya kaum pria saja yang boleh menempuh pendidikan dan mendapatkan peran dan status di dalam masyarakat. Oleh sebab itu Maemunah memilih untuk bersekolah di Kota Majene. Pada saat matahari belum nampak, Setiap selesai shalat subuh, Maemunah selalu bersiap untuk berangkat ke sekolah dari Kampung Baruga menuju Kota Majene. Perjalanan yang sangat panjang tersebut harus dilaluinya demi mendapatkan pendidikan yang layak. Perjalanan yang dilalui oleh wanita muda tersebut penuh dengan resiko karena pada saat itu keamanan belum stabil apalagi beliau adalah seorang wanita yang rentan terhadap kejahatan. Pemikiran Maemunah pada saat itu bisa dikatakan telah melebihi pemikiran dari teman-teman sebayanya. Memaunah memiliki pemikiran nasionalisme yang luas yang mengakibatkan beliau selalu ikut dalam beberapa diskusi organisasi kemerdekaan. Jiwa nasionalisme yang kuat memanggil hati nurani beliau untuk turut serta dalam perjuangan melawan penjajahan.

Keberadaan Maemunah dalam perkembangan sejarah perjuangan di Mandar sangat signifikan karena Maemunah berhasil membawa Kelaskaran GAPRI 5.3.1 menjadi salah satu kelaskaran yang sangat dibenci oleh Tentara Belanda pada saat itu. Maemunah dalam Kelaskaran GAPRI 5.3.1 bertugas untuk mengatur strategi perjuangan agar terorganisir dalam melaksanakan setiap aksinya. Alhasil, setiap pergerakan para pejuang GAPRI 5.3.1 menjadi sangat terorganisir dan sangat susah dihentikan. Rumah beliau juga di jadikan sebagai markas pusat untuk mengatur setiap strategi perang serta dijadikan sebagai tempat bagi para pejuang untuk beristirahat. Setiap aksi dan tindakan para pejuang tidak lepas dari peran beliau. Menurut catatan sejarah, Maemunah tidak pernah melakukan pertempuran secara langsung dengan mengangkat senjata walaupun tidak terlibat dalam pertempuran langsung, namun Maemunah telah menyumbangkan pemikiran dengan  berperan pada pengaturan strategi perjuangan Kelaskaran GAPRI 5.3.1.

Pahlawan seharusnya dihormati sebagai seseorang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk membebaskan negeri ini dari penjajahan. Akan tetapi penghormatan tersebut janganlah pilih kasih. Nasib Maemunah sebagai pahlawan lokal Mandar begitu memprihatinkan. Situs sejarah perjuangan yang ada di Baruga yang menjadi saksi kehebatan para pejuang GAPRI 5.3.1 menjadi terbengkalai tak terawat. Tugu yang harusnya menjadi pengingat bahwa di tempat tersebut telah terjadi peristiwa sejarah yang penting menjadi tak dipedulikan lagi. Makam Memunah yang seharusnya ditempatkan sejajar dengan makam pahlawan lainnya kini terbengkalai di Pekuburan Umum Dadi Makassar tanpa ada yang merawatnya. Sungguh kejam negeri ini dalam menghargai jasa para pahlawannya.

Presiden Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan-pahlawannya. Kita tentunya generasi muda ingin mengetahui siapa-siapa saja pahlawan yang menyelamatkan negeri kita ini dari penjajahan. Jangan dengan hanya satu nama besar pahlawan kemudian kita melupakan beberapa pahlawan lainnya. Jangan sampai pahlawan-pahlawan dengan nama kecil ini hanya diketahui oleh mereka yang bergelut dalam bidang sejarah. Tentunya besar harapan saya agar beberapa pahlawan dengan nama kecil tersebut diketahui oleh generasi muda agar menjadi sebuah pedoman bagi mereka. kisah ini mungkin hanya segelintir dari sekian banyak kisah pahlawan dengan nama yang tak diperhatikan oleh generasi saat ini. Semoga para generasi muda saat ini  tak hanya memperhatikan pahlawan dengan nama besar saja, beberapa pahlwan yang memiliki kontribusi besar dalam perjuangannya tentunya pantas mendapatkan apresiasi yang sama. 

LAHIRNYA GENERASI ANTI KORUPSI


Korupsi merupakan suatu tindakan melawan hukum dengan menggunakan jabatan publik untuk memperkaya diri dengan merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Korupsi merupakan musuh bersama yang paling berbahaya bagi setiap Negara. Banyak Negara yang hancur karena tindakan segelintir orang yang menyamar sebagai pejabat pemerintah mencuri dan merampas uang negara. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia tidak lepas dari tindakan pejabat yang merampas uang rakyat. Masalah korupsi di Indonesia terus-menerus menjadi berita utama dalam banyak media. Hampir setiap hari berita tertangkapnya para koruptor menghiasi pemberitaan, baik di media cetak maupun media elektronik.

Meskipun banyak kasus korupsi yang terjadi di masa lalu, titik awal perjalanan Bangsa Indonesia dalam menghadapi korupsi dalam skala besar dimulai pada era orde baru. Presiden Soeharto dengan segala kekuasaannya memanfaatkan system Patronase dengan memanfaatkan loyalitas bawahannya. System Patronase tersebut telah melahirkan banyak koruptor yang bergentayangan di setiap lini dalam pemerintahannya. Walaupun zamannya disebut sebagai zaman pembangunan, namun hal itu hanyalah bom waktu yang sedang menunggu untuk meledak dan menghancurkan bangsa Indonesia. Krisis tahun 1998 merupakan puncak dari kegagalan system orde baru yang dibangun oleh Presiden Soeharto. Banyaknya korupsi di tubuh pemerintahan menjadi salah satu pemicu krisis moneter di Indonesia.

Berakhirnya zaman orde baru ditandai dengan pengunduran diri Presiden Soekarno dari jabatannya. Reformasi akhirnya terjadi dan keran kebebasan akhirnya dibuka. Para aktivis tidak lagi diselimuti ketakutan menghadapi penculikan ketika mengkritik kinerja pemerintahan. Media tak lagi membatasi diri dalam menyiarkan kebenaran. Salah satu tuntutan utama dari para aktivis adalah mengusut semua kasus korupsi yang terjadi pada masa orde baru.
Korupsi layaknya sebuah penyakit akut yang susah disembuhkan. Para aktivis dan penggiat anti korupsi menganggap Penegak hukum lamban dalam mengusut kasus korupsi yang menjerat sebagian pejabat pemerintahan. Harapan pemberantasan korupsi di Indonesia muncul ketika Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 menyangkut pembentukan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Melalui undang-undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbentuk pada Tanggal 29 Desember 2003. Pembentukan lembaga ini merupakan harapan besar bagi masyarakat dalam penanganan korupsi yang begitu masiv di Indonesia.
Keberhasilan lembaga KPK dalam melaksanakan tugasnya mengusut kasus korupsi terlihat dari banyaknya para pejabat baik di daerah maupun pusat yang berhasil ditangkap dan diadili. KPK dalam mengusut kasus korupsi tidak tebang pilih. KPK telah menanagkap beberapa pejabat mulai dari kepala daerah, anggota DPR, Kepolisian, kejaksaan, Kementerian hingga ketua Mahkamah Konstitusi dijadikan sebagai tersangka dan ditahan. Hal ini menunjukkan bahwa KPK berhasil dalam menjalankan amanat Undang-Undang untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Dalam 1 dekade terakhir, perbincangan mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia sangat ramai. Perbincangan mengenai pemberantasan korupsi dilakukan mulai dari media elektronik dan cetak, seminar-seminar, diskusi mahasiswa, dan bahkan menyentuh pada kalangan awam di warung-warung. Perbincangan ini sangat menarik dan diminati oleh berbagai kalangan masyarakat disebabkan oleh banyaknya kasus yang menimpa lembaga KPK, mulai dari kasus Cicak Vs Buaya sampai pada kriminalisasi pimpinan KPK. Banyaknya kasus yang menimpa KPK membuat sebagian besar masyarakat khawatir karena masyarakat percaya lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang paling bersih di Indonesia..
Sebuah lembaga independen bernama Transparency International (IT) merilis data tentang penanganan kasus korupsi yang ada di 168 negara pada hari rabu, 27 Januari 2016 di Hotel Le Meriden, Jakarta. Menurut hasil dari penelitiannya, Indonesia menempati peringkat ke 88 dari 168 negara yang bersih dari kasus korupsi. Peringkat ini lebih baik dibanding tahun lalu yang menempatkan Indonesia di peringkat 107. Peringkat Indonesia meningkat dikarenakan peran KPK dalam pemberantasan kasus Korupsi dinilai efektif.
Berdirinya lembaga KPK merupakan awal mula keseriusan pemerintah dalam memberantas kasus korupsi. Berdirinya lembaga ini merupakan awal lahirnya generasi anti korupsi di Indonesia. Lahirnya generasi anti korupsi di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya masyarakat khususnya para pemuda yang menaruh perhatian besar pada kasus korupsi. Tidak sedikit dari mereka yang ikut terlibat langsung dalam mengkampanyekan tentang bahaya korupsi bagi Negara. Para pemuda saat ini merupakan pemuda yang tidak buta akan perkembangan negeranya. Mereka sadar bahwa untuk memajukan sebuah Negara, tidak harus membebankan semuanya kepada pemerintah, Para pemuda harus ikut dan ambil bagian dalam memajukan negaranya. Banyaknya para pemuda yang peduli dan ikut terlibat langsung dalam mengkampayekan bahaya laten korupsi merupakan awal baru bagi bangsa Indonesia. Mereka tidak lagi menjadi penonton belaka, mereka yang sadar akan bahaya korupsi ikut terlibat dalam sosialisasi pemberantasan korupsi
Pada zaman reformasi ini, kebebasan menjadi harga mutlak bagi setiap individu untuk menyuarakan tuntutan-tuntutannya. Di era ini telah lahir para generasi anti korupsi yang siap mengawal setiap kebijakan, baik di pemerintahan pusat maupun pemerinahan daerah. Setiap daerah mempunyai ormas-ormas anti korupsi yang siap mengawal setiap kebijakan pemerintah setempat. Jika ada kecurangan mengenai anggaran, maka ormas inilah yang menjadi garda terdepan dalam bertindak dan menuntut pelaku kecurangan tersebut.
Sebagai generasi pemimpin bangsa yang akan mengambil estafet kepemimpinan berikutnya, marilah bersama membangun bangsa ini agar bersih dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh segelintir orang yang dapat membawa bangsa ini dalam kehancuran. Hal-hal kecil sehari-hari seperti korupsi kecil-kecilan harus segera ditinggalkan. Banyak dari kita yang berteriak menyuarakan agar korupsi ditindak tegas namun kita sendiri yang melakukan tindakan tersebut. Kebiasaan ini akan terbawa jika kita tidak merubahnya. Hal ini akan menjadi bahaya bagi Negara di kemudian hari.
Generasi muda haruslah jadi pelopor anti korupsi. Di tangan pemuda lah masa depan Bangsa Indonesia dipertaruhkan karena pemuda merupakan agent of change. Pemuda dapat mengambil peran dalam pemberantasan korupsi di Indonesia dalam kesehariannya. Perilaku korupsi kecil-kecilan harus dihindari agar tidak menjadi kebiasaan. Jangan menganggap bahwa perilaku tersebut tidak membahayakan karena menganggap hal itu hanya masalah sepele. Justru dari perilaku kecil tersebut akan membawa kita ke perilaku korupsi yang besar. Prilaku korupsi dapat diubah di tangan pemuda dengan mencegahnya melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat memutus perilaku korupsi di masa depan hingga Indonesia dapat terbebas dari korupsi. Jika saat ini kasus korupsi belum bisa dihilangkan atau dikurangi, maka tugas generasi saat ini adalah memutus mata rantai tersebut dengan pendidikan karakter. Hal ini sesuai dengan tujuan presiden Jokowi dengan jargonya Revolusi Mental. Jika Revolusi Mental berhasil ditanamkan, maka masa depan bangsa Indonesia akan terlepas dari mental korupsi.


Minggu, 04 Desember 2016

PERJALANAN SM-3T: Lentera Jejak di Perbatasan Barat Waropen, Papua




Hidup merupakan sebuah perjuangan. masa depan yang cerah tentunya tidak bisa diraih dengan mudah. usaha dan doa adalah kunci  utama menuju kesuksesan tersebut. salah satu cara yang saya tempuh untuk meraih kesuksesan tersebut adalah dengan mengukuti program SM3T (Sarjana Mendidik d Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal). berbagai tes yang cukup sulit saya ikuti dan akhirnya saya bisa melewati semua tes tersebut hingga akhirnya saya mendapatkan tempat tugas di Kabupaten Waropen, Provinsi Papua.

Prakondisi di Kampus UNM
Prakondisi di Rindam VII Wirabuana Pakkato, Kabupaten Gowa

Mengikuti program SM3T merupakan sebuah sebuah perjuangan yang sangat panjang. Sebelum diterjungkan untuk mengabdi ke lokasi 3T, para peserta yang telah dinyatakan lulus harus mengikuti serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan bekal dalam menghadapi beberapa medan yang tidak terduga. Tanggal 2-17 Agustus 2016 sebanyak 263 peserta yang dinyatakan lulus harus mengikuti Prakondisi yang dilaksanakan LPTK UNM di Kampus UNM dan Rindam VII Wirabuana Pakkatto, Kabupaten Gowa untuk memberi bekal baik dalam bentuk pelatihan pendidikan, pelatihan ketahanmalangan dan lain-lain.

Pelabuhan Biak

19 Agustus 2016, tepat pukul 01.00 WITA dini hari sebanyak 50 orang Guru SM3T terdiri dari 14 pria dan 36 wanita diberangkatkan menuju Kabupaten Waropen. Kami berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin menuju Bandara Internasional Frans Kaisiepo, Kabupaten Biak. Pukul 05.00 WIT, kami tiba di Bandara dengan selamat. Banyaknya barang bawaan para Guru SM3T seperti Koper yang super besar, Dos yang berisi makanan ringan dan beberapa barang bawaan lainnya membuat kami sedikit kerepotan. Hal ini disebabkan karena jumlah pria sangat sedikit sedangkan barang yang akan dibawa sangat banyak. Setelah bekerja sangat keras, akhirnya kami berhasil membawa semua barang ke Pelabuhan Biak.

Perjalanan Menuju Kabupaten Waropen menggunakan Speed Boat

Pukul 12.00 WIT akhirnya kami berangkat menggunakan Speed Boat selama 4 jam. Bisa dibayangkan betapa lelahnya kami karena waktu istirahat yang tidak cukup ditambah harus mengarungi perjalanan laut yang sangat panjang. Namun rasa lelah terbayar dengan pemandangan laut Papua yang sangat indah. Beberapa dari kami kemudian naik ke lantai teratas untuk menikmati pemandangan laut dan beberapa dari kami terkapar tak berdaya di kursi penumpang karena mabuk laut.

Pelepasan Guru SM3T Angkatan IV dan Penyambutan Guru SM3T Angkatan V

Setelah mengarungi perjalanan laut yang sangat panjang, kami tiba di Pelabuhan Waren, Kabupaten Waropen pada sore hari. Kami disambut oleh Guru SM3T angkatan sebelumnya yang akan pulang ke Makassar pada esok harinya. Beberapa dari senior memberikan Buah pinang dan sirih sebagai penyambutan. Walaupun telah sampai di tempat tujuan, Kami belum bisa beristirahat dengan tenang karena masih harus mengurusi barang bawaan yang super banyak. Sebagai lelaki, kami maju pada garis depan dalam hal angkat-mengangkat barang dibantu dengan beberapa Guru SM3T angkatan sebelumnya.
Setelah berhasil mengeluarkan barang dari kapal dan memasukkanya kembali ke mobil dinas yang sediakan oleh pemerintah untuk mengangkut rombongan Guru SM3T Angkatan V, kami di undang oleh Pak Nathan (Kepala Suku Besar Kabupaten Waropen) di kediamannya sekaligus sebagai sambutan resmi dari pemerintah Kabupaten Waropen. 19 Agustus 2016 malam saat acara lepas sambut, Dinas Pendidikan Pemuda, dan Olahraga membacakan SK penempatan kepada 50 Guru SM3T. Pada saat itu saya mendapat tugas di SD Negeri Mambai, Kampung Mambai, Distrik Soyoi Mambai. Tanggal 20 Agustus 2016 terjadi perubahan SK Penempatan karena masih banyak sekolah yang meminta tenaga Guru SM3T namun belum mendapatkannya. SK Penugasan kembali berubah sampai 3 kali dan akhirnya saya ditugaskan di SD Negeri Dokis, Kampung Dokis, Distrik Wapoga yang berada di perbatasan antara Kabupaten Waropen dan Kabupaten Nabire. 

Tanggal 21 Agustus dimulailah pemberangkatan pertama Guru SM3T. para Guru SM3T dijemput satu persatu ke lokasi tugasnya masing-masing. Sempat terlintas bahwa daerah yang akan saya datangi menjadi daerah yang berat dan saya akan memiliki masa-masa sulit ditambah dengan tidak adanya jaringan telfon seluler di tempat itu. Hal itu sempat membuat saya takut untuk pergi ke lokasi pengabdian karena dengan tidak adanya jaringan telfon seluluer, maka segala komunikasidengan dunia luar akan terputus. Namun walaupun sempat diselimuti oleh rasa takut dan khawatir, akhirnya saya memberanikan diri untuk menerimanya karena itu merupakan resiko dan tanggung jawab sebagai pendidik di daerah pelosok.

Berangkat Menuju Lokasi Pengabdian di Kampung Dokis, Distrik Wapoga menggunakan Perahu Semang

Tanggal 3 September 2016, Bapak Dolfinus Imbiri, S.Pd (Kepala SD Negeri Dokis) menjemput saya di Posko Induk SM3T. Saya beserta Bapak Dopi (sapaan akrab kepada Bapak Dolfinus Imbiri) berangkat dari pelabuhan Sawai menuju Kampung Dokis. Perjalanan kami tempuh kurang lebih selama 7-8 jam menggunakan Perahu Semang (jenis perahu yang menggunakan penyeimbang disisi kiri dan kanan). Pukul 04.00 Sore kami berdua tiba di Sungai Wapoga dan sempat singgah sejenak di Kampung Pirare untuk rekan Guru SM3T lainnya di Distrik Wapoga. Setelah bertemu dan berbincang-bincang sejenak dengan rekan-rekan seperjuangan, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Kampung Dokis dengan melewati rimbunnya Hutan Bakau di sepanjang perjalanan. 


Tiba di Pelabuhan Kampung Dokis

Pukul 05.30 sore akhirnya saya tiba di Pelabuhan Kampung Dokis dengan semua barang bawaan yang sangat banyak. Pada saat itu ada beberapa anak sekolah yang datang untuk menjemput kami berdua. Saya, Bapak Dopi dan beberapa siswa kemudian berjalan kaki menuju arah perkambungan. Setelah kurang lebih 30 menit berjalan kaki, akhirnya saya tiba di rumah Kepala Kampung Dokis dan sempat berbincang-bincang beberapa saat sebelum beristirahat. 


Rumah Kepala Kampung Dokis

Bapak Dopi kemudian bermusyawarah dengan Kepala Kampung Dokis untuk menentukan dimana saya akan bertempat tinggal selama masa tugas berlangsung. Setelah berbincang-bincang, akhirnya diputuskan agar saya tinggal di rumah Kepala Kampung demi kemanan dan kenyaman saya di tempat ini. 

Sebelum berangkat ke lokasi pengabdian, banyak kekahwatiran yang sempat mengahampiri fikiran mulai dari tempat tugas sampai pada masyarakatnya. Namun Setelah berada di Kampung Dokis, kekhawatiran itu hilang dan berganti dengan rasa nyaman. Kepala Kampung Dokis berjanji untuk selalu menjaga keamanan dan kenyamanan selama saya menjalankan tugas di SD Negeri Dokis. Kepala Kampung juga berpesan agar saya dapat membantu anak-anak Kampung Dokis agar menjadi cerdas. Selain itu masyarakat juga berharap besar kepada Guru SM3T agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di Distrik Wapoga khususnya Kampung Dokis. 

Hari pertama di lokasi pengabdian adalah hari beradaptasi untuk mengenal sifat dan karakter masyarakat setempat. Hal ini menjadi penting agar tidak ada rasa tersinggung ketika kita mulai berdiskusi dan bersosialisasi dengan masyarakat. Sosialisasi berjalan dengan baik dan lancar ketika saya berjalan-jalan ke arah perkampungan dengan Mengunjungi beberapa orang untuk berdiskusi dan berbagai pengalaman hidup.

Secara umum, Masyarakat Waropen masih sangat tergantung dengan dana otonomi khusus baik yang bersumber dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Mayoritas Masyarakat Kampung Dokis bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Namun, hasil kebun maupun melaut hanya di tujukan untuk komsumsi pribadi. Hal ini menyebabkan perputaran ekonomi di Kampung Dokis menjadi tidak terlalu berkembang. Beberapa sarana dan prasarana terus di bangun di tempat ini mulai dari Puskesmas, renovasi dermaga, pembuatan pasar kampung, posyandu dan beberapa fasilitas lainnya agar kehidupan masyarakat Kampung Dokis sejahtera.

Masyarakat Kampung Dokis sangat ramah dan baik. Hal ini tercermin ketika pertama kali bergaul dengan masyarakat setempat. Mereka sangat menghargai profesi guru sebagai profesi yang sangat mulai karena tujuannya adalah membuat anak mereka menjadi cerdas agar kehidupan anak mereka bisa lebih baik lagi di masa mendatang. Sapaan akrab seperti “selamat pagi pak guru”, “selamat siang pak guru”, atau “selamat malam pak guru” menjadi sapaan yang sangat sering saya dengar. 
Perjalanan Menuju Sekolah

4 September 2016 merupakan hari pertama masuk sekolah dan pertama kali bertemu dengan para dewan guru dan siswa-siswi SD Negeri Dokis. Saya kemudian memperkenalkan diri kepada Dewan Guru dan para siswa. Kesan pertama ketika pertama kali bertemu dengan mereka sangat luar biasa. Semangat yang tinggi untuk menimba ilmu pengetahuan walaupun berada di tempat yang jauh dengan sarana yang kurang memadai menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. 
Trip To Dokis Jungle

Cara berperilaku, cara hidup, serta cara bergaul dengan masyarakat menjadi berubah ketika berada di tempat ini. Saya tidak bisa memakai cara bergaul seperti biasa ketika berada di tempat ini. Hidup di rumah Kepala Kampung Dokis menjadi pengalaman yang sangat berharga. Salah satu yang berubah adalah cara makan. Ketika pertama kali makan malam dengan keluarga baru disini, saya dikelilingi oleh Anjing yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama hidup. Pemandangan ini merupakan pemandangan yang selalu saya lihat setiap waktu makan tiba. Beberapa Anjing milik Kepala Kampung selalu mengelilingi ketika waktu makan tiba. Mungkin ada rasa jijik ketika hal tersebut terjadi, tetapi lama kelamaan saya sudah menjadi biasa dengan pemandangan tersebut. Saya juga punya pengalaman lain yang berhubungan dengan hewan tersebut di Kamar Mandi. Sedikit penjelasan bahwa kamar mandi berada di bagian paling belakang rumah yang hanya berdinding terpal dan di beberapa bagian dinding terpal sudah ada yang robek. Suatu hari ketika saya berada di WC untuk buang air besar, tiba-tiba ada seekor anjing yang masuk melalui salah satu bagian terpal yang robek dan itu membuat saya kaget dan saya seketika langsung loncat dari tempat saya buang air besar. Syok dan kaget tentu saja terjadi, namun akhirnya saya hanya bisa tertawa kecil karena kejadian tersebut bagi saya sangat lucu dan hal itu juga terjadi pertama kali dalam hidupku. Mungkin kejadian ini hanya akan terjadi di tempat ini.

Melaksanakan Tugas Mengajar

Kepala SD Negeri Dokis memberi amanah untuk mengajar di Kelas V, namun secara umum saya mengajar di kelas V dan VI pada satu ruang kelas. Saya juga beberapa kali mengajar di kelas I-IV ketika wali kelas mereka berhalangan untuk hadir. Perangkat pembelajaran seperti RPP dan lainnya telah saya buat sesuai dengan standar pendidikan nasional KTSP, namun rencana pembelajaran tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan karena fokus mengajar adalah 3M (Menulis, Membaca, dan Menghitung). Selama 1 tahun masa pengabdian di SD Negeri Dokis, saya hanya memfokuskan pelajaran pada 3 aspek tersebut. Walaupun beberapa kali saya mencoba untuk memasukkan materi pelajaran sesuai dengan tingkatan kelas mereka. Namun secara umum materi pelajaran tidak berjalan sesuai dengan tingkatan kelas mereka.


Menyeberang Sungai Wapoga menggunakan Kole-Kole untuk Shalat Jum'at

Pengalaman unik lainnya adalah ketika saya melaksanakan Shalat Jum’at. Distrik Wapoga hanya memiliki satu masjid yaitu Masjid An-Nur Wapoga yang terletak di Kampung Pirare. Ketika hari Jum’at tiba, saya melaksanakan tugas di sekolah seperti biasa namun proses pembelajaran hari Jum’at di SD Negeri Dokis adalah pelajaran olahraga dan berlangsung di luar kelas. SD Negeri Dokis tidak memiliki buku mata pelajaran olahraga sehingga setiap hari Jum’at, saya hanya memberi mereka Latihan olahraga ringan atau melatih PBB dan PPS serta Latihan Upacara Bendera. Para dewan guru juga mengerti bahwa hari Jum’at bagi muslim merupakan hari suci dan para guru memberi kelonggaran bagi saya untuk bersiap ke masjid lebih cepat karena masjid berada cukup jauh dari Kampung Dokis. Jam 10.00 pagi biasanya saya sudah berada di rumah untuk mempersiapkan diri menuju Masjid. Biasanya saya sudah janjian dengan rekan Guru SM3T yang ada di Kampung Waweri untuk menjemput saya dengan Sepeda Motor. Namun jika berhalangan, saya berjalan kaki sampai ke Kampung Waweri.

Perjalanan Menggunakan Sepeda Motor
Perjalanan dengan jalan kaki
Perjalanan dengan Sepeda Motor untuk sampai ke Kampung Waweri memakan waktu kurang lebih 30 menit sedangkan jika berjalan kaki harus menempuh waktu lebih dari satu jam perjalanan. Perlu diketahui bahwa jalanan dari Kampung Dokis ke Kampung Waweri di keilingi oleh hutan lebat dan di sepanjang perjalanan tidak akan ada rumah penduduk yang akan kita temui. Rumah penduduk baru kita akan temui ketika sampai di Kampung Waweri. Kondisi jalan dan beberapa jembatan yang rusak biasanya menjadi tantangan tersendiri namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk melaksanakan ibadah Shalat Jum’at. Setelah tiba di Kampung Waweri, saya dan rekan Guru SM3T Kampung Waweri (Rahmat Yasib, S.Pd) harus menyeberang Sungai Wapoga yang cukup luas dengan perahu kecil (kole-kole) mendayung sampai di daratan sebelah. Jika mendayung, kami harus menempuh perjalanan selama 30 menit untuk sampai ke Kampung Pirare. Selama masa pengabdian, saya bersyukur karena tidak pernah melewatkan kewajiban sebagai seorang muslim untuk Shalat Jum’at walaupun beberapa kali terlambat sampai ke masjid. 
Berkebun

Jika waktu libur tiba, basanya kami melakukan beberapa pekerjaan rumah atau mengisi waktu dengan berkebun. kami memiliki sebuah kebun yang kami buat dan rawat jika memiliki waktu luang. kami menanam Ubi Jalar, Ubi Kayu, Kacang Panjang, Tomat, Lombok, Bayam dan Kangkung. Kebun ini sangat bermanfaat karena dengan adanya kebun ini kami bisa langsung mengambil bahan dapur dan tidak perlu repot untuk membelinya.

Sebagai guru, kami selalu berusaha memberikan kesan yang baik kepada masyarakat sekitar, bukan hanya di kampung penempatan saja. Respon masyarakat Distrik Wapoga kepada kami sungguh baik, ketika kami menemui masalah atau kesulitan, masyarakat selalu dengan ikhlas menolong kami. Keramahan mereka membuat kami betah dan tidak khawatir lagi dengan keamanan kami. Pernah suatu kali waktu saya menginap di Posko Guru SM3T Kampung Awera, ada seorang pria mabuk yang mendatangi kami pada malam hari sekitar pukul 10.00 malam. Ketika itu kami bertujuh kebetulan bermalam di Posko Kampung Awera. Pria itu datang dan mengetuk pintu rumah ketika kami sedang asik bercerita mengenai pengalaman di tempat masing-masing. Mengetahui pria itu sedang mabuk, para ibu guru langsung panik dan segera masuk ke kamarnya sedangkan kami laki-laki tinggal untuk meladeni pria mabuk tersebut. Saya mengira bahwa pria tersebut akan membuat masalah di tempat kami tapi ternyata pria tersebut hanya ingin berkunjung dan menyapa kami untuk bersilaturahim. Mungkin pada saat itu pria tersebut dalam keadaan tidak sadar namun beliau bercerita panjang lebar mengenai kehidupannya sebagai pengangguran dan kadang pria tersebut berbicara tidak jelas dan kadang tidak nyambung terhadap perkataan kami. Setelah 1 jam lebih meladeni pria tersebut, akhirnya dia pergi secara baik-baik tanpa menimbulkan masalah di tempat kami. Tidak lupa pria itu mengucapkan “selamat malam pak guru dan ibu guru” sebelum meninggalkan rumah kami. Dari cerita tersebut saya bisa menyimpulkan bahwa masyarakat Distrik Wapoga secara umum dan Masyarakat Kampung Dokis secara khusus sangat menghargai profesi guru sebagai profesi sebagai profesi yang mulia. Di Papua, jika kita adalah seorang guru, jangan khawatir dengan keamanan dan kenyamanan karena masyarakat Papua sangat menghargai seorang guru. 

Beberapa cerita tersebut merupakan sedikit dari sekian banyak pengalaman yang saya dapatkan di lokasi pengabdian. Cerita tentang pengalaman unik dan lucu, cerita mengenai sekolah dan para guru serta siswanya. Semua cerita tersebut terangkum dalam sebuah sketsa kenangan yang tidak akan terlupakan. Saya sangat berterima kasih kepada para Dewan Guru dan Masyarakat Waropen terkhusus masyarakat Kampung Dokis yang telah menerima dan memperlakukan saya dengan baik. Terima kasih SM3T, terima kasih Papua atas pengalaman hidupnya.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Selasa, 07 Oktober 2014

PROPOSAL PENELITAN STRATEGI PERJUANGAN HJ. MAEMUNAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI MANDAR (1945-1949)

1

A.  Identitas Mahasiswa
Nama                      : Muh. Hamka Halim
Nim                        : 106204062
Jurusan                   : Pendidikan Sejarah
Program Studi        : Strata Satu (S1)
Fakultas                  : Ilmu Sosial
Alamat                    : Jln. Manuruki II No 11 A
B. Judul Skripsi
Strategi Perjuangan Hj. Maemunah dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar (1945-1949)
C. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bangsa Indonesia masuk ke dalam masa penjajahan sejak awal abad ke 17. Kedatangan bangsa Eropa yang diawali oleh bangsa Portugis dan bangsa Spanyol dalam rangka mengadakan penjajahan keliling dunia. Kedua negara ini kemudian mengelilingi dunia untuk mencari daerah jajahan baru maka sampailah bangsa-bangsa tersebut di Asia, termasuk Indonesia.[1]
Berabad-abad lamanya wilayah yang termasuk kawasan Indonesia hidup terpecah belah dalam status kerajaan sektoral yang tidak pernah akur satu sama lainnya. Hingga datangnya bangsa bangsa-bangsa penjajah, bangsa yang hidup terpecah belah ini dengan sangat mudah berhasil ditaklukkan dan dikuasai satu demi satu kerajaan membuat bangsa Indonesia menderita. Pada sekitar tahun 1630 Belanda mulai  menanamkan kekuasaannya dengan menguasai perdagangan di semenanjung Indonesia. Pada awal tahun 1942 kekuasaan Belanda mulai goyah dengan datangnya para tentara Jepang dan menyapu bersih pasukan-pasukan Belanda dan sekutu serta pengambilalihan pemerintahan. Tentara Jepang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga kekuatan militer Belanda tumbang kemudian membagi Indonesia menjadi tiga wilayah yaitu Sumatera dibawah pimpinan angkatan darat ke-25, Jawa dan  Madura dibawah pimpinan angkatan darat ke-7 serta Kalimantan dan Indonesia Timur yang berada dibawah pimpinan angkatan laut.[2]
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan negara Republik Indonesia sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, berdasarkan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, pemerintah Belanda bukan saja menolak memberikan pengakuan kepada bangsa Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya, akan tetapi juga berusaha untuk memulihkan kembali pengaruh dan kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di wilayah bekas jajahannya (Hindia Belanda). Hal ini berkaitan dengan sikap sekutu yang tampil sebagai pemenang dalam perang dunia ke II, yang tidak mengakui sepenuhnya proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Republik Indonesia.  semua ini terjadi sebagai akibat dari proses persiapan kemerdekaan Republik Indonesia yang mendapat dukungan dari Jepang, dan proklamasi kemerdekaan serta penyelenggara pemerintah Republik Indonesia merupakan tokoh-tokoh yang teribat kerjasama dengan pihak Jepang. Tambahan pula bahwa perumusan pembenukan negara yang dilaksanakan oleh PPKI mrupakan wadah ciptaan pemerintah militer Jepang. Itulah sebabnya pihak Inggris dan Australia yang mewakili sekutu untuk menyelesaikan persoalan di Indonesia, tampaknya membenarkan keinginan NICA[3] yang hendak memulihkan kembali pengaruh dan kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. [4]
Kembalinya Belanda menjajah Indonesia didasarkan pada hasil konferensi Postdam[5] yang melahirkan delapan keputusan yang antara lain pada butir keenam yaitu memperbarui/mengembalikan pemerintahan sendiri dan pendidikan untuk mencapai cita-cita demokrasi. Disamping perjanjian Postdam, pada tanggal 24 Agustus di Chequers dekat kota London, lahir pula suatu perjanjian Civil Affair Agrement. Landasan perjanjian ini adalah merupakan kerjasama antara Inggris dan Belanda, dalam rangka usaha Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Dalam perjanjian tersebut Inggris memberikan wewenang sepenuhnya kepada Belanda untuk mengatur Indonesia.[6]

Berdasarkan pada perjanjian tersebut, pada bulan September 1945 pasukan sekutu (Inggris dan Australia) yang ikut pula membonceng tentara NICA mendarat di kota-kota besar seluruh Indonesia. Awal kedatangan NICA disambut baik oleh rakyat Indonesia. Namun hal ini tidak berlangsung lama setelah NICA secara terang-terangan hendak menegakkan kembali pemerintahannya di Indonesia dan sikap Inggris yang tidak menghargai kedaulatan bangsa Indonesia baik pemimpin nasional maupun lokal. Keinginan Belanda untuk menanamkan kembali kekuasannya di Indonesia berdampak besar terhadap kehidupan rakyat. Pergolakan terjadi dimana-mana hampir di seluruh pelosok nusantara baik itu perjuangan secara fisik maupun perjuangan secara diplomasi.
Rombongan pertama tentara sekutu yang bertugas menduduki daerah Sulawesi Selatan tiba di kota Makassar pada tanggal 21 September 1945 dari brigade ke-21 yang dipimpin oleh Brigadir Ivan Dougharty.[7] Pemerintah RI di Makassar dibawah pimpinan Dr. Ratulangi awalnya menerima kedatangan tentara sekutu sebab mereka hanya menjalankan mandat yang diberikan yaitu mengurus evakuasi para tawanan perang. Namun didalam pasukan sekutu terdapat pula satu detasemen NICA berjumlah 150 orang dan mereka inilah yang melaksanakan tugas sipil. NICA dengan dukungan sekutu berusaha menduduki kantor-kantor pemerintahan namun selalu dihalang-halangi rakyat dan pemuda. Kedatangan tentara sekutu di Makassar bukan saja dalam rangka melucuti senjata tentara Jepang dan memelihara keamanan dan ketertiban melainkan membantu Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di Sulawesi Selatan.[8]
Berita tentang pendaratan Sekutu yang mengikutsertakan NICA serta dengan diam-diam membantu pihak Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya, diketahui juga oleh para tokoh-tokoh pejuang pergerakan di daerah Polmas.[9] Hal ini disebabkan karena pejuang pergerakan selalu mengadakan kontak atau hubungan komunikasi dengan tokoh-tokoh pejuang lainnya yang berada di Makassar. Disaat-saat nyata kembalinya Belanda hendak menjajah Indonesia lewat tentara Sekutu, maka para tokoh dan pemuda setempat secara terang-terangan pula segera mempersatukan massa dalam suatu wadah organisasi perjuangan.
 Terbentuknya suatu kekuatan pergerakan dalam bentuk organisasi kelaskaran di Sulawesi Selatan pada umumnya diprakarsai oleh kepedulian golongan bangsawan. Beberapa kelaskaran terbentuk di berbagai daerah yang ada di Sulawesi Selatan yang dihimpun dalam satu wadah bernama LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi). di Mandar, munculnya beberapa organisasi kelaskaran tidak hanya diprakarsai oleh kaum bangsawa saja tetapi juga diprakarsai oleh orang-orang yang biasa yang bukan keturunan bangsawan.
Afdeling Mandar pada perang kemerdekaan merupakan sebutan bagi 4 afdeling tingkat II yang ada di Sulawesi Selatan yaitu onderafdeling Polewali, onderafdeling Majene, onderafdeling Mamasa, dan onderafdeling Mamuju. Di Majene, berita mengenai kemerdekaan Republik Indonesia didengar melalui siaran radio dari Australia yang  berbahasa Inggris dan Belanda pada 20 Agustus 1945.[10] Mulai saat itu, para pemuda pejuang di daerah Majene bertekad untuk terus menegakkan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk itu, maka para pemuda pejuang mendirikan berbagai oganisasi perjuangan.
Di majene,muncul beberapa organisasi yang bergerak di berbagai bidang seperti bidang sosial, pendidikan, keagamaan, pengumpulan dana, sampai pada keamanan dan pertahanan. Salah satu organisasi yang bergerak dibidang keamanan dan pertahanan adalah kelaskaran GAPRI 531. GAPRI 531 pada awalnya merupakan suatu organisasi sosial yang bernama PRAMA( Persatuan Rakyat Mandar). Setelah proklamasi kemerdekaan organisasi kembali merubah namanya menjadi PERMAI (Perjuangan Masyarakat Indonesia).  
Perjuangan di berbagai daerah yang ada di Indonesia memiliki ciri dan corak tertentu. Di daerah Mandar, Ada ciri khas yang membedakan perjuangan dibanding dengan daerah lain yang ada di Indonesia. ciri atau corak tersebut adalah keterlibatan wanita dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar dan menjadi tokoh sentral dalam perjuangan. Di Majene muncul beberapa nama yang menjadi tokoh penting dalam dinamika pergerakan di Mandar. 
Satu wanita diantara beberapa wanita yang menjadi tokoh sentral dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Majene adalah Hj. Maemunah yang menjadi pemimpin Kelaskaran GAPRI 531. bersama dengan suaminya yang bernama H. Muh. Djud Pantje, Hj. Maemunah menjadi pimpinan suatu kelaskaran terbesar yang ada di Majene yang bertugas dibidang keamanan dan pertahanan dalam rangka perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik indonesia.
Hj. Maemunah merupakan pahlawan di daerah Mandar yang secara terang-terangan berani menentang Belanda. Ia adalah sosok wanita yang beberapa kali lolos dari maut walaupun beberapa kali tertangkap  dan disiksa di tahanan. Ia benar-benar mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara pada saat usianya masih muda. Pada saat jadi guru di Bababulo, ia rela meninggalkan tugasnya sebagai guru untuk ikut bergabung dan menjadi pemimpin salah satu organisasi pergerakan terbesar yang ada di Majene saat itu.

Hj. Maemunah  melaksanakan tugasnya dengan tekun dan bertanggung jawab. Bahkan ia ikut serta melakukan gerakan-gerakan rahasia bersama rekan seperjuangannya di GAPRI 531. para pejuang kemerdekaan telah mengikuti keberadaannya sebagai pejuang revolusi terbukti adanya pemberian tanda-tanda jasa oleh negara yang menjadikannya orang yang sangat dihormati sebagai pahlawan di daerah Mandar .
Beberapa perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang GAPRI 531, Hj. Maemunah memiliki peran yang sentral sebagai pemimpin dari kelaskaran. Sebagai pemimpin, Hj. Maemunah berperan mengorganisir dan menyusun beberapa stategi perjuangan yang dilakukan oleh GAPRI 531. Strategi inilah yang membuat beberapa penyerangan yang dilakukan oleh para pejuang menjadi sangat merepotkan bagi Belanda karena mereka harus mengeluarkan fikiran, tenaga, dan harta untuk menumpas gerakan yang didalangi oleh Hj. Maemunah.
Berdasarkan dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat tentang “Strategi Perjuangan Hj. Maemunah dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar (1945-1949)”. Peristiwa tersebut diangkat sebagai topik atau fokus penelitian karena peristiwa tersebut bukanlah suatu hal yang disengaja untuk dilibatkan dalam sebuah konflik, akan tetapi peristiwa tersebut lahir karena dilatar belakangi oleh beberapa faktor.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diatas maka penjabaran permasalahan tersebut akan dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut:
1.      Bagaimana latar belakang keterlibatan Hj. Maemunah dalam perang mempertahankan kemerdekaan di Mandar?
2.      Bagaimana strategi perjuangan Hj. Maemunah dalam perang mempertahankan kemerdekaan di Mandar?
3.      Bagaimana dampak perjuangan yang dilakukan Hj. Maemunah?


3. Batasan Masalah
Berdasarkan dengan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan penelitian ini dibatasi baik tematis, spasial maupun temporal. Hal ini merujuk pada cakupan masalah dalam makalah ini, yang cukup kompleks dan agar penulisan ini lebih fokus pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara jelas.
Untuk menghindari meluasnya ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini maka secara tematis penelitian ini menuliskan tentang sejarah wanita dalam perang gerilya.[11] tulisan ini dimulai pada saat Hj. Maemunah terlibat dalam gerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Mandar sampai pada akhir perjuangannya. Penelitian ini berfokus pada Strategi yang dijalankan Hj. Maemunah sebagai pimpinan GAPRI 531 dalam mempertahankan kemerdekaan di Mandar.
Adapun batasan spasialnya adalah Afdeling Mandar yang pada saat itu merupakan salah satu afdeling yang ada di Sulawesi Selatan meliputi onderafdeling Polewali, onderadeling Majene,onderafdeling Mamuju, dan onderafdeling Mamasa  sedangkan batasan temporalnya dimulai pada tahun 1945 pada saat proklamasi kemerdekaan RI dengan dimulainya perang kemerdekaan di di berbagai daerah yang ada di Indonesia termasuk daerah Mandar yang melibatkan Hj. Maemunah sebagai pimpinan GAPRI 531 dan berakhir pada tahun 1949, dengan pertimbangan bahwa periode ini merupakan akhir dari perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar dan sudah banyak organisasi yang terbentuk untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
4.Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari beberapa permasalahan yang telah dibahas di atas, maka penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui latar belakang  keterlibatan Hj. Maemunah dalam perang mempertahankan kemerdekaan di Mandar
2.      Mengetahui strategi perjuangan Hj. Maemunah dalam perang mempertahankan kemerdekaan di Mandar
3.      Mengetahui dampak perjuangan yang dilakukan Hj. Maemunah
5. Manfaat Penulisan
Sebagai warga negara yang baik tentunya harus mengetahui sejarah karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Sejarah nasional tidak terlepas dari  sejarah daerah yang merupakan sesuatu yang sangat penting bagi warga masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Namun, masih banyak generasi muda yang tidak tahu tentang sejarah daerahnya sendiri bahkan pejuang-pejuang yang berasal dari daerahnya yang rela mengorbankan harta dan jiwa mereka demi kemerdekaan Indonesia.  adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Agar masyarakat Mandar khususnya generasi muda dapat mengetahui dan mengambil hikmah dari perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar.
2.      Dapat memberikan manfaat terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya dan aspek kesejarahan yang dapat digunakan sebagai informasi guna dijadikan sebagai bahan diskusi.
3.      Sebagai bahan referensi dan acuan bagi siapa saja yang berminat untuk mengetahui perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar, sekaligus sebagai upaya dalam mengenang jasa para pahlawan.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa referensi atau tulisan mengenai keterlibatan Hj. Maemunah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar, yang didalamnya memberikan gambaran singkat tentang perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah, seperti karya Muhammad Amir, Drs. A. Muis Mandra, dan Hermin Batong .
Tulisan Drs. A. Muis Mandra dengan judul sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa di Mandar. Tulisan ini memuat perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat Mandar serta beberapa pergerakan yang dilakukan oleh Kelaskaran-Kelaskaran di Mandar dan salah satunya adalah kelaskaran yang dipimpin oleh Hj. Maemunah. Dalam tulisannya memuat tentang latar belakang terbentuknya GAPRI 5.3.1, kegiatan Kelaskaran GAPRI 5.3.1, dan beberapa pertempuran-pertempuran yang melibatkan pejuang GAPRI 5.3.1  dengan Belanda. Walaupun  membahas organisasi yang dipimpin oleh Hj. Maemunah, tulisan ini sangat sedikit membahas peran-peran maupun strategi perjuangan yang dijalankan oleh Hj. Maemunah sebagai pimpinan GAPRI 5.3.1.[12] 
Tulisan Muhammad Amir dengan judul kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat kajian sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tulisan ini menceritakan tentang masa sebelum kemerdekaan di Mandar sampai terbentuknya Kelaskaran-Kelaskaran di Mandar. Dalam salah satu bab dijelaskan tentang oganisasi yang dipimpin oleh Hj. Maemunah, namun sangat sedikit menjelaskan tentang peran dan fungsi Hj. Maemunah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar.[13]  
Tulisan Herman Batong yang bejudul Peranan Hj. St. Maemunah dalam perjuangan kemerdekaan di Mandar 1945-1950. Penulisan ini merupakan penulisan biografi atau riwayat hidup tokoh yang membahas tentang apa yang dilakukan Hj. Maemunah selama hidup. Tulisan ini terangkum bersama dengan tulisan peneliti lainnya yang berhubungan dengan tokoh wanita dan menjadi buku yang bernama 3 Srikandi Mandar. Tulisan ini mengangkat cerita tentang perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah dalam mempertahnkan kemerdekaan di Mandar. Walaupun berisi tentang perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah, namun belum lengkap membahas sejauh mana Hj. Maemunah terlibat dan berbagai strategi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Mandar.[14]

E. METODE PENELITIAN
Pada umumnya yang disebut metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek. Juga dikatakan bahwa metode adalah cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem yang terencana dan teratur. Jadi, metode selalu erat hubungannya dengan prosedur, proses, atau tekhnik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek peneliian. [15]
Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang bersifat kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis, lisan ataupun perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari secara utuh kemudian melahirkan suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis sistematis yang merujuk pada cara berpikir induktif-deduktif.
Untuk menjawab substansi masalah berdasarkan rumusan masalah, maka diperlukan adanya suatu metode peneltian pada hakekatnya dapat menggunakan berbagai macam cara atau metode. Penggunaan metode tersebut, tergantung dari tujuan penelitian, sifat masalahnya yang akan digarap dan berbagai alternatif yang akan digunakan.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)heuristik, yaitu menghimpun jejak-jejak masa lampau. (2) kitik sumber, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak masa lampau itu baik bentuk dan isinya. (3) interpretasi,  yaitu menempatkan makna dan saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh. (4) historiografi, yaitu penyajian atau menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah. [16]
A.  Heuristik ( Tahap Mencari Sumber)
Kemampuan menemukan dan menghimpun sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan sejarah biasa dikenal sebagai tahap heuristik. Dibutuhkan keuletan tersendiri disamping bekal metodologi yang mantap agar seseorang peneliti mampu menemukan bahan-bahan tertulis karena tiadanya dokumen berarti tiada sejarah.  Sedang dokumen itu beraneka ragam bentuknya tidak hanya berupa dokumen perorangan atau pribadi, tetapi juga dokumen umum yang mempunyai manfaat beragam. Dalam hal ini penulis mengumpulkan berbagai informasi mengenai perjuangan yang dilakukan Hj. Maemunah baik berupa tulisan dan lisan.
1.           Kajian pustaka
Studi kepustakaan di lakukan dengan  mengumpulkan berbagai tulisan ilmiah, buku-buku, Arsip, dan laporan penelitian yang relevan dengan  masalah yang dikaji. Upaya-upaya  yang saya lakukan untuk mendapatkan data-data tersebut adalah mengunjungi perpustakaan, meminjam buku teman dan ke tokoh buku, misalnya perpustakaan sejarah FIS-UNM. Perpustakaan UNM, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar, Perpustakaan Nasional Propinsi Sulawesi  Selatan, Perpustakaan Multimedia,Balai Arsip, dengan  menggunakan buku-buku pribadi,  dan juga lembaga-lembaga yang terkait dengan  masalah sejarah lokal, misalnya Museum Mandar, Perpustakaan daerah Polman, Perpustakaan daerah Majene, Perpustakaan Provinsi Sulbar serta tempat lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Dengan  demikian maka akan didapatkan sumber primer dan sekunder tentang hal-hal yang akan diteliti.
2.           Penelitian lapangan
Selanjutnya untuk penelitian atau pengumpulan data di lapangan nantinya akan digunakan teknik interview (wawancara) dan observasi (pengamatan). Wawancara ditujukan pada keluarga dari Hj. Maemunah, tokoh pejuang GAPRI, tokoh-tokoh adat, kepala desa, dan tokoh masyarakat yang mempunyai otoritas dalam masalah yang dibahas, dan para anggota keluarga yang masih memiliki pemahaman terhadap kegiatan transmigrasi.
Untuk itu, peneliti akan diarahkan dengan pedoman wawancara berupa sejumlah pertanyaan yang dikemas sesuai dengan objek kajian. Sedang observasi yaitu dengan mengamati secara langsung kondisi geografis dan demografis lokasi penelitian. Karena kita tidak bisa mengamati peristiwa yang terjadi pada masa lalu maka pengamatan dilakukan terhadap objek .yang ada, termasuk perubahan-perubahannya, dan cara-cara pemanfaatannya oleh masyarakat. Untuk lebih jelasnya peneliti akan melakukan pendokumentasian dari hasil observasi lapangan.

B.     Kritik Sumber
Ada yang mencoba menyatukan “tahap analisis” dan “tahap sintesis” dalam peneliian sejarah karena kaitan keduanya tampak sangat erat sekali. Dalam tahap analisis sebenarnya dikenakan dua macam kritik yaitu kritik ekstren dan kritik intern. Kritik ekstren mencoba menjawab tiga pertanyaan yaitu mengkaji kesejatian, keaslian, atau keotentikan sumber-sumber yang ada sedangkan kritik intern dilakukan setelah kitik ekstern dilakukan yang mencoba mengkaji seberapa jauhkah kesaksian sumber yang telah lolos tadi dapat dipercaya. Kritik ini diperlukan untuk menyaring semua sumber yang didapatkan mengenai perjuangan Hj. Maemunah baik itu tulisan maupun lisan.
C.  Interpetasi
Sumber-sumber yang berupa tulisan maupun lisan telah lolos dari kritik, kemudian dilakukan suatu penafsiran dari bahan-bahan tadi. Pada tahap ini telah dapat ditetapkan dari fakta-fakta yang teruji. Dalam tahap ini subjektivitas peneliti tampak mulai berperan. Imajinasi dibutuhkan pada tahap ini untuk menafsirkan seluruh kejadian berdasakan data-data yang telah terkumpul.
D.      Historiografi (Penyajian)
Dalam tahap terakhir ini, peneliti menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam bentuk karya sejarah. Dalam tahap ini, iperlukan kemampuan khusus, yaitu kemampuan mengarang. Bagaimana agar fakta-fakta sejarah yang sudah benar-benar terpilih tetapi masih bersifat fragmentaris itu dapat menjadi suatu sajian yang besifat utuh, sistemais, dan komunikatif. Mudah dimengerti bila dalam tahap ini dipelukan suatu imajinasi historis yang baik.[17]

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Muhammad, 2010, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat Kajian Sejarah Mempertahankan Kemerdekaan, Makassar: Dian Istana.
Kila, Syahir, 2011, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar Sulawesi Barat, Makassar: Dian Istana
Kuntowijiyo, 2003, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: BENTANG W.
Manda, Darman. 1989. Perjuangan Rakyat Barru Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1950).Ujung Pandang: FPIPS IKIP Ujung Pandang
Mandra, Muis, 2002, Sejarah Pejuangan Kemerdekaan di Mandar, Majene: Pemerintah Daerah Kabupaten Majene Yayasan Sa’dawang.
Maeswara, Garda, 2010, Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950 Perjuangan Bersenjata dan Diplomasi untuk Mempertahankan Kemerdekaan, Yogyakarta: NARASI.
Notosusanto, Nugroho,1978, Metode Penelitian Sejarah Kontemporer,Jakarta: Idayu
Pawiloy, Sarita. 1979. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949 Daerah Sulawesi Selatan). Jakarta :Departemen P dan K
Poelinggomang, Edward. 2005. Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 2. Sulawesi Selatan: Balitbangda
Pranoto, Suhartono, 2010, Teori & Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rasyid, Darwis, 1999, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Polewali Mandar, Laporan Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Sulawesi Selatan, Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ridha, Rasyid, 2009, Membela Indonesia: Perlawanan Rakyat Luwu Mempertahankan Kemerdekaan, Makassar: RAYHAN INTERMEDIA
Rochmat, Saefur, 2009, Ilmu Sejarah dalam Pespektif Ilmu Sosial, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rauf, H. Abdul, 2008, Kenangan untuk Indonesia Kumpulan Kisah Perjuangan Rakyat Manda dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI, Polewali: MURIMURI TRANSMEDIA. .
Sinrang, A. Syaiful. 1994. Mengenal Mandar Sekilas Lintas : Perjuangan Rakyat Mandar Menentang Penjajahan Belanda (1667-1949).Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Mandar Rewata Rio
Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan, Jakarta
--------------, 1995, Monumen Sejarah Perjuangan Bangsa Di Daerah Sulawesi Selatan, Makassar: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.


KERANGKA OUTLINE
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI
MOTTO
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Batasan Masalah
D.    Tujuan Penelitian
E.     Manfaat Penelitian
F.      Tinjauan Penelitian Sebelumnya
G.    Kerangka Pikir
H.    Metode Penelitian

BAB  II.  KEDATANGAN TENTARA SEKUTU DAN TERBENTUKNYA KELASKARAN DI MANDAR
A.    Gambaran Umum Penelitian
B.     Latar Belakang Kedatangan Tentara Sekutu di Mandar
C.     Terbentuknya Kelaskaran di Mandar
BAB III. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN HJ. MAEMUNAH YANG MEMPENGARUH PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI MANDAR
A.    Latar Belakang Kehidupan Keluarga Hj. Maemunah
B.     Latar Belakang Kehidupan Sosial Hj. Maemunah
BAB IV. STRTAEGI PERJUANGAN HJ. MAEMUNAH DALAM PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI MANDAR
A.    Hj. Maemunah :Srikandi Tanah Mandar
B.     Proses Perjuangan dan Strategi dalam Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar
C.     Akhir Perjuangan Hj. Maemunah

BAB V DAMPAK PERJUANGAN YANG DILAKUKAN HJ. MAEMUNAH
A.    Bagi Rakyat Mandar
B.     Bagi Bangsa Belanda

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP



    [1] Sudiyo,  pergerakan  nasional  mencapai  &  mempertahankan  kemerdekaan. Jakarta,2002, hlm. 5.
[2] M.C Ricklefs, 1992, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm. 297-298.
[3] Nederlandsch Indie Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration disingkat NICA yang berarti Pemerintahan Sipil Hindia Belanda.
[4] Edward L. Poelinggomang, Perjuangan kemerdekaan Indonesia. Makalah pada “Seminar dan Temu Tokoh” yang diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar, yang berlangsung di Makassar pada tanggal 27 juni 2002, hlm. 6.
[5] Konferensi Postdam adalah pertemuan para pemimpin negara sekutu yang diadakan pada tanggal 17 Juli sampai 2 Agustus 1945 di Jerman untuk menentukan nasib Jerman, membahas rencana perang melawan Jepang, dan menyelesaikan masalah-masalah Eropa pasca perang dunia II. 
[6] Darman Manda, Perjuangan Rakyat Barru Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1950).Ujung Pandang,1989, hlm. 2.
[7] Sebelum pendaratan pasukan Australia, seorang bekas tawanan perang yang bernama Mayor Gibson menemui Gubernur Sulawesi Dr. Ratulangi untuk membicarakan masalah keamanan dan ketertiban selama pasukan Australia ada di Makassar.
[8] M. Rasyid Ridha, Membela Indonesia:Perlawanan Rakyat Luwu Mempertahankan Kemerdekaan,Makassar, 2009, hlm. 89-90;  Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 38.
[9] Polmas merupakan singkatan dari Polewali Mamasa sebelum berubah nama menjadi Polman singkatan dari Polewali Mandar.
[10]Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 34. Sumber lain mengatakan bahwa berita proklamasi kemerdekaan Indonesia terdengan di Majene pada minggu pertama bulan September 1945, lihat Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat, Makassar, 2010, hlm. 144.
[11] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, Yogyakarta, 2003, hlm. 120.
[12] A. Muis Mandra , Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Mandar, Majene: Pemerintah Daerah Kabupaten Majene Yayasan Sa’dawang Sendana, 2002.
[13] Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat Kajian Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, Makassar: Dian Istana, 2010. 
[14] Syahir Kila, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar, Makassar: Dian Istana, 2011.
[15] Suhartono W. Pranoo, teori & Metodologi Sejarah, Yogyakarta, 2010, hlm 11
[16] Nugroho Notosusanto, metode penelitian sejarah kontemprer. Jakarta: Idayu, 1978, hlm. 17.
[17] Saefur Rochmat, ilmu sejarah dalam perspektif ilmu sosial, Yogyakarta, 2009, hlm 147-150