Batujaya
adalah sebuah desa di tepi Sungai Citarum, sekitar 20 km di sebelah barat laut
kota Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Batujaya hanya 20 km dari Ujung
Karawang - tempat bermuaranya Sungai Citarum di Laut Jawa yang membentuk
delta.Sekitar 25 km ke sebelah timur, terdapat kampung Cibuaya - sebuah kampung
yang di kalangan para ahli arkeologi terkenal sebab di dalamnya terdapat situs
Cibuaya yang menyingkapkan artefak-artefak penting pra-sejarah (Neolitikum)
Jawa Barat dan Indonesia.Cibuaya terletak 5 km dari tepi pantai.Dulu, mungkin
Batujaya dan Cibuaya terletak di tepi pantai, sedimentasi Kuarter di wilayah
ini sangat aktif.
Batujaya
sekarang terletak di tengah hamparan sawah.Telah 22 tahun situs ini digali dan
dipelajari para ahli arkeologi Indonesia dan mancanegara.Situs ini pertama kali
diketahui tahun 1984, semula berupa bukit-bukit kecil di tengah sawah, penduduk
setempat menyebutnya unur-unur (bukit-bukit kecil).Sekarang tak ada lagi
bukit-bukit tetapi candi-candi hasil rekonstruksi dan lubang-lubang parit dan
terbuka galian para archaeologists.
Hasan
Djafar, ahli arkeologi UI, kepala tim penggalian situs Batujaya, menerangkan
dengan runtut penemuan situs ini. Penggalian yang telah berlangsung selama 22
tahun ini telah menghasilkan banyak penemuan artefak : bongkah2 bata merah yang
kemudian bisa direkonstruksi menjadi candi-candi yang cukup besar,
tembikar-tembikar, manik-manik, tablet-tablet tanah liat dan yang mengejutkan
dan baru ditemukan tahun 2006 ini (terutama Juli 2006) adalah penemuan puluhan
kerangka manusia yang masih utuh dari tengkorak sampai tapak kaki.
Dua
orang perempuan ahli arkeologi berkebangsaan Prancis dan Belanda khusus datang
ke situs ini untuk mengekskavasi kerangka-kerangka di situs Batujaya, mengambil
beberapa sampel tulang dan gigi dan akan melakukan penelitian DNA atas fosil
tulang dan gigi guna mendapatkan data karakteristik ragawi yang lebih lengkap.
Metode terbaru dalam arkeologi adalah bahwa pengambilan spesimen fosil suatu
ras manusia harus dilakukan oleh ahli arkeologi dari ras yang
berlainan.Mungkin, ini untuk menghindarkan kontaminasi saat pengambilan
sampel.Karena kerangka manusia di Batujaya diperkirakan dari ras Indonesia,
yaitu Mongolid, maka yang mengambil sampel adalah orang2 dari ras Eropa
(Kaukasoid).
Penelitian
lebih dari 20 tahun ini tentu telah menghasilkan beberapa kesimpulan sementara,
yaitu : (1) situs ini berumur di ambang pra-sejarah dan sejarah Indonesia (abad
ke-4 dan ke-5 Masehi, saat ini batas pra-sejarah dan sejarah Indonesia adalah
tahun 400 Masehi), (2) Candi Batujaya terbuat dari batamerah dan mempunyai
ciri-ciri candi Budha, (3) tembikar dan manik-manik yang ditemukan adalah dari
masa Neolitikum, (4) votive tablets (semacam meterai) dari tanah liat bakar
bertuliskan tulisan pendek dalam aksara Palawa.
Implikasi
penemuan situs Batujaya ini sangat penting bagi perkembangan kepurbakalaan
Indonesia, Jawa khususnya.Situs di pinggir Citarum ini menunjukkan bahwa
masyarakat purbakala Indonesia telah cukup terorganisasi dan siap untuk
meningkatkan peradaban.Keberadaan Candi Batujaya meruntuhkan mitos bahwa di
Jawa Barat tidak ada candi lain selain Candi Cangkuang (candi Syiwa) di Leles
Garut.Candi Batujaya justru adalah candi yang paling tua di tanah Jawa yang
berasal dari abad ke-4 atau ke-5. Juga, Candi Batujaya ini meruntuhkan mitos
bahwa candi-candi yang berumur lebih mudalah yang dibangun dari bata merah
setelah candi yang lebih tua dibangun dari batuan gunung (andesitik) (model
candi Jawa Tengah ke Jawa Timur).
Aksara
di tablet2 tanahliat yang ditemukan di Batujaya sama dengan aksara yang dipakai
pada prasasti-prasasti Tarumanagara yang ditemukan lebih tersebar di daerah
Jawa Barat. Bagaimana hubungan Batujaya dengan Tarumanegara dan juga
kerajaan-kerajaan Sunda sesudahnya (Galuh, Sunda, Pajajaran). Penanggalan
absolut dan posisi stratigrafik situs Batujaya dan situs2 lainnya di Jawa Barat
akan menjawab hal ini.
Bagaimana
pula hubungannya dengan pengaruh pedagang-pedagang India beragama Hindu dan
Budha adalah persoalan tersendiri yang harus dijawab.
Penggalian
dan penelitian di Situs Batujaya masih terus berlangsung, analisis laboratorium
atas sampel-sampel artefak dan fosil dari Batujaya masih terus dilakukan. Data
hasil analisis DNA pada kerangka2 manusia yang ditemukan di situs ini nanti
akan mengungkapkan banyak fakta. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita
akan dapat mendengar hasilnya.
Situs
Batujaya begitu pentingnya buat prasejarah dan awal sejarah bangsa
Indonesia.Dan, situs Batujaya menghadirkan artefak dan kerangka manusia yang
begitu lengkapnya, tak pernah dalam sejarah arkeologi ditemukan artefak dan
kerangka manusia pembuatnya dalam satu tempat secara sangat lengkap.
Tetapi,
penelitian arkeologi di situs Batujaya harus berdampingan dengan kepentingan
ekonomi pesawahan Karawang sebagai lumbung padi nasional, dan rencana Pertamina
dalam mengembangkan penemuan minyak di Pondok Tengah. Mungkin, tumpang-tindih
lahan penelitian dan kepentingan ekonomi kelak akan terjadi.
Secara
ekonomi, Situs Batujaya bisa saja dianggap tak menguntungkan, namun dilihat
dari sudut kebutuhan memperkuat jati diri bangsa, maka sejarah bangsa yang
jelas terbaca adalah sebuah modal pokok untuk berjati diri. Bangsa yang dihapus
sejarahnya akan menjadi bangsa yang tidak percaya diri, yang dengan mudah akan
dijadikan sasaran dominasi bangsa lain. Siapa tahu Situs Batujaya kelak mengungkapkan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang telah berbudaya tinggi sejak zaman
pra-sejarah pun
Terdapat
17 unur pada lokasi ini, satu diantaranya sudah selesai di ekskavasi yakni
Candi Jiwa (S006.05709 - E107.15472), sedangkan yang dalam tahap ekskavasi
dinamakan Candi Blandongan (S006.05598 - E107.15338). Unur-unur lain
benar-benar masih dalam bentuk gundukan tanah, beberapa diantaranya telah
meiliki nama: Serut, Gundul, Damar, Batu Lingga, Lingga dan Lempeng.
Kesengajaan membiarkan candi-candi tersebut masih dalam gundukan tanah atau
unur, diakrenakan untuk terhindar dari pencurian/perampokan benda-benda cagar
budaya oleh masayarakat. Dengan membiarkannya dalam bentuk gundukan tanah,
setidaknya akan mempersulit seseorang
untuk mengambil benda-benda cagar budaya, karena harus menggali terlebih
dahulu.
Selain
dalam bentuk candi juga ditemukan pula sebuah sumur tua (S006.05465 -
E107.15050) yang lokasinya tidak jauh dari lokasi Candi Blandongan dan sudah
dinaungi cungkup diatasnya. Dibagian lain juga ditemukan sebuah batu pipih
besar (S006.05703 - E107.15276) yang diperkirakan akan dipakai sebagai tempat
penulisan prasasasti, namun entah karena faktor apa hingga kini tidak ada satu
tulisanpun yang terukir dibatu tersebut. Dugaan yang timbul, mungkin telah
terjadi bencana alam atau peperangan, sehingga batu pipih tersebut masih polos
dari prasasti/tulisan.
Nama
Candi Jiwa diberikan penduduk karena setiap kali mereka menambatkan kambing
gembalaannya di atas reruntuhan candi tersebut, ternak tersebut mati. Sedangkan
nama Blandongan diambil dari dialek setempat yang identik dengan pendopo,
dikarenakan lokasi candi tersebut berada sering dijadikan tempat peristirahatan
seusai menggembalakan ternak.
Untuk
pemugaran candi-candi ini, team eksvakasi candi memesan bata khusus dengan
ukuran 38x12x7cm.Bata-bata itu kemudian disusun berdasarkan sketsa gambar
bentuk candi yang telah dibuat sebelumnya.Sketsa itu sendiri dibuat dengan
memperhatikan bagian-bagian candi yang masih tersisa.Dari penelelitian yang
telah dilakukan terhadap candi Blandongan, diambil kesimpulan bahwa Candi
Blandongan adalah candi utama dari kompleks candi-candi tersebut. Kesimpulan
tersebut diambil
berdasarkan
ukuran candi dan adanya pintu masuk pada
ke-empat sisi candi dengan masing-masing sisi tersebut terletak disudut
Tenggara, Barat Daya, Timur Laut dan Barat Laut dari mata angin. Pintu-pintu
tersebut diperkirakan merupakan akses masuk ke bagian tengah candi untuk
melakukan upacara keagaaman atau meletakkan sesaji. Lubang silinder berdiameter
kira-kira setengah meter yang terletak pada bagian muka dari pintu masuk,
diperkirakan dulunya merupakan tiang penyangga untuk bagian atas atau sebagai
gapura.
Dari
sisa-sisa reruntuhan bisa dibagi menjadi tiga jenis bahan penyusun candi, yakni
batu andesit digunakan pada beberapa bagian di bawah candi, batu bata yang
merupakan bahan dominan, digunakan untuk membangun badan candi, sedangkan
batu-batuan kecil yang direkatkan dengan lapisan putih diunakan untuk ornamen
atap candi. Lapisan putih yang tampak seperti kapur itu, menurut para arkeologi
diperkirakan dibentuk dari serpihan kerang. Dengan adanya bahan-bahan penyusun
tersebut, pada jaman dulu tentunya candi ini amatlah megah, namun sayang sekali
tidak ada literatur yang bisa dijadikan pedoman seperti apa bagian atas dari
candi Blandongan ini.
Berbeda
dengan candi Blandongan, pada candi Jiwa praktis tidak ditemukan sama sekali
adanya pintu masuk kebagian tengah candi. Susunan batu bata yang berbentuk
gelombang pada bagian atasnya diperkirakan merupakan bagian dari relief bunga
teratai.Dugaan awal pada bagian atas Candi Jiwa ini terdapat patung Budha
berukuran besar yang duduk diatas bunga teratai.
Disamping
temuan-temuan batu-batuan pembentuk candi juga ditemukan fragmen
tulang-belulang manusia dan binatang, gerabah, dan kerang-kerang laut kuno.
Temuan paling penting dalam ekskavasi yang dilakukan antara lain fragmen cermin
perunggu, fragmen sangkha emas, fragmen votive tablet berelief Buddha yang
diapit Boddhisatwa. Di atasnya duduk tiga Tathagatha, sedangkan di bagian bawah
terdapat inskripsi dengan huruf Jawa Kuno.
Dalam
buku karangan De Haan yang mengungkapkan, daerah itu pada tahun 1684 masih
berupa rawa.Sementara daerah sekitarnya masih berupa tambak-tambak yang
membentang sejak Sungai Citarum di sebelah barat hingga Kali Ciparage di
sebelah timur.Kali Ciparage terletak di daerah Cilamaya.
Kecuali
tambak di Batujaya, tambak di Ciparage telah disewakan Tumenggung Panatajuda
kepada orang-orang Cina.Kelompok etnis Tionghoa tersebut, hingga kini masih dijumpai
di daerah Cemara yang terletak sekitar 10 kilometer sebelah timur situs
Cibuaya.Selama ini mereka dikenal sebagai penguasa tambak udang dan bandeng.
Dalam
perjalanan sejarah selanjutnya, tahun 1691, rawa Batujaya dikuasai Tumenggung
Wirabaya. Tahun 1706, Komando Belanda yang ditempatkan di Tanjungpura, sekitar
lima kilometer arah barat dari Kota Karawang mengingatkan janji Wirabaya untuk
membersihkan rawa-rawa tersebut dan kemudian dijadikan sawah dan lahan
penanaman nila.
Sayang,
hingga kini belum diketahui apakah bangunan-bangunan candi tersebut dihancurkan
ketika Mataram menempatkan pasukannya dalam rangka penyerbuan ke Batavia.Atau
kerusakan itu sudah terjadi pada era sebelumnya, misalnya, ketika Sriwijaya
berusaha melakukan ekspansi kekuasaannya.Sebagai bagian dari wilayah kekuasaan
Kerajaan Sumedanglarang, Karawang pernah dikuasai Mataram, namun kemudian
diserahkan kepada VOC.
Para
arkeolog berpendapat, jika sudah ada candi, sangat boleh jadi pada saat itu
sudah terdapat kerajaan.Sebab untuk membangun candi dibutuhkan biaya yang tidak
sedikit dan masyarakat yang terorganisir.
Meskipun
sudah dilakukan beberapa kali penelitian terhadap runtuhan bangunan candi-candi
tersebut, baik di Pamarican, Cibuaya, dan Batujaya, satu hal membuat para
peneliti penarasan adalah, pertanggalan situs-situs tersebut hingga kini belum
diketahui pasti.Padahal informasi tersebut sangat penting untuk menyingkap
sejarah masyarakat Sunda di masa lalu.Dan jika asumsi para arkeologi bahwa
candi berdiri pada tahun 3 Masehi, bisa dipastikan situs batujaya ini merupakan
candi tertua yang pernah ditemukan di Indonesia.
Sebuah
cerita misteri ikut mewarnai candi-candi ini.Terdapat peraturan tak tertulis
pada lokasi ini bahwa pengunjung dilarang membawa pulang batu-batuan yang
merupakan bagian dari badan candi.Terkadang meskipun sudah ada larangan
tersebut, masih ada saja pengunjung yang iseng membawa pulang beberapa buah
batu untuk dijadikan jimat/penglaris/sarana untuk memajukan usahanya.Namun
beberapa hari kemudian pengunjung tersebut kembali lagi kelokasi candi untuk
mengembalikan batu yang telah mereka ambil, karena tidak tahan menghadapi
"gangguan-gangguan" yang dialaminya.Malah diceritakan seorang lurah
diberitakan mati mendadak dalam mobil yang dikendarainya, dan ketika di check
pada bagasi belakang terdapat sekarung batu bata yang berasal dari lokasi candi
tersebut.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar