BAB I
PENDAHULUAN
Istilah Komunisme berasal dari bahasa latin “Communal”
artinya “milik bersama”. Istilah ini berakar dari pemikiran Karl Marx yang
diterjemahkan oleh Lenin. Sneevliet
masuk ke Indonesia pada tahun 1913 dan
mendirikan sebuah perkumpulan bernama ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging)
pada tahun 1914. Pada perkembangan berikutnya ISDV berubah menjadi PKI (Partai Komunis
Indonesia) pada bulan Mei tahun 1920 . Paham
ini kemudian sangat cepat berkembang di Indonesia dengan anggota yang tersebar
di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Pada masa pergerakan, organisasi ini
menjadi salah satu organisasi radikal dalam memperoleh kemerdekaan. Ia
(Sneevliet) adalah bekas ketua secretariat buruh nasional dan bekas pimpinan
partai revolusioner sosialis di salah satu provinsi di negeri belanda .
Ajaran Lenin menekankan pada petani sebagai kelas
revolusioner dengan basis pendukung pada rakyat miskin kota. Pada perkembangannya
PKI kemudian mengubah basis mereka dengan merubah haluan dengan basis petani,
buruh, dan rakyat miskin kota . Pada kongres nasional V bulan Oktober 1954, PKI
kemudian menyusun suatu program agrarian dimana untuk orang miskin, petani
kecil, dan petani menengah serta buruh dapat diciptakan aliansi dengan PKI.
Pimpinan PKI menyatakan pentingnya aliansi ini sebagai jalan menuju revolusi
agrarian. Oleh karena itu bagi PKI kerjasama dengan petani adalah sesuatu yang
sangat penting.
Paham ini kemudian sangat cepat berkembang di Indonesia dengan anggota yang
tersebar di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Pada masa pergerakan,
organisasi ini menjadi salah satu organisasi radikal dalam memperoleh
kemerdekaan.
Dalam perkembangannya, paham Komunis berhasil menjadi sebuah
partai yang memiliki banyak pendukung dan simpatisan di berbagai daerah di
Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan. Makassar yang di kenal sebagai kota
pelabuhan berpuluh-puluh pedagang singgah, berdagang, hingga bertempat tinggal
di Makassar menyebabakan arus pergerakan nasional juga menampakkan wajahnya. Dalam
buku yang ditulis oleh Taufik, bahwa pada tahun 1916 organisasi syarikat Islam
adalah organisasi yang pertama kali menapakkan jejaknya di “Butta Daeng” ini,
yang pemimpinnya kala itu adalah Ince Abdurrahman, Ince Tajuddin, Ince Taswin
dan Burhanuddin. Kemudian di susul oleh Muhammadiyah membuka cabangnya di
Makassar pada tahun 1926 lewat seorang pedagang batik asal Surabaya, yakni KH.
Abdullah dan Mansyur al-Yamami. Kemudian PKI juga mulai membuka cabangnya di
Makassar
Pada tahun 1922, PKI telah menanamkan pengaruhnya dan
melakukan propaganda dan menyebarluaskan program-programnya dengan memakai
corong “Pemberita Makassar”. Dengan surat kabar ini, PKI dengan langkah pasti
menggemakan ajaran-ajarannya yang melawan penindasan atas kolonial Belanda.
Melakukan pendidikan politik kepada rakyat Sulawesi Selatan untuk bersama-sama,
bergerak-berbareng dalam melawan dan mengusir penjajah. PKI cabang Makassar ini
diakui dan menjadi utusan di antara empat cabang dari luar pulau Jawa dalam
konggres kesembilan partai ini.
Pada tahun 1953, PKI cabang Makassar belum dapat memberikan
pengaruh besar terhadap warga masyarakat Sulawsesi Selatan pada umumnya, dan
warga Makassar pada khususnya. Hal ini didasari oleh kuatnya control aparat
pemerintah dan berkembangnya DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar yang merupakan
“anti-tesa” dari PKI tersebut. Tergerusnya ruang publik bagi PKI di Sulawesi Selatan
menjadikan partai ini “melunakkan” propagandanya dengan menjelaskan lebih awal
bahwa lambang palu, arit dan kembang bunga di bendera PKI dapat diartikan buruh
(palu), petani (arit) dan kemakmuran (kembang bunga).
Walaupun giat melakukan propaganda turun ke grass-root, ternyata hasil perolehan
suara pada pemilu pertama 1955 tidak signifikan. Hasil perolehan suara
menunjukkan PKI berada pada urutan 4 setelah PNI, Masyumi, NU. Sedangkan hasil
perolehan suara di Sulawesi Selatan, PKI berada pada urutan ke-10 dengan jumlah
suara 17. 831 atau 1, 6 persen, tak mendapatkan kursi di dewan legislatif.
Sedangkan pada tahun 1961, susunan DPR-GR menempatkan utusan PKI satu orang
yang diwakili oleh Aminuddin Muchlis. Awalnya, pada tahun 1960 telah disahkan
UU PA dan UU PBH yang mana di daerah-daerah telah terjadi aksi sepihak PKI
dalam melakukan pembagian tanah negara kepada para petani penggarap. Aksi
sepihak ini memicu konflik keras antara tuan tanah dengan para petani, sehingga
pimpinan pesantren Darul Da’wah Wa Al-Irsyad (DDI) KH. Ambo Dalle dalam
muktamarnya di Makassar menyatakan kepada pemerintah untuk membubarkan PKI dan
ormas-ormasnya karena telah memicu pertentangan di tengah-tengah masyarakat.
Gerakan yang dilakukan PKI menyisakan luka yang mendalam
bagi para korban.
Terkhusus gerakan tiga puluh september
(Gestapu) yang terjadi di Jakarta tahun 1965 pada dini hari tanggal 1 Oktober,
dimana 6 Jenderal dan 1 ajudan utama Nasution diculik, disiksa dan dibunuh
secara kejam oleh anggota PKI. Namun kejadian setalah atau pasca Gestapu jauh
lebih kejam dan memprihatinkan dimana ratusan ribu jiwa melayang termasuk
anggota PKI, orang-orang yang dituduh PKI, dan orang-orang yang di PKI-kan
akibat dari pembersihan sisa-sisa PKI di berbagai daerah yang ada di Indonesia.
Gerakan PKI yang terjadi di Jakarta berimbas di berbagai
daerah yang ada di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Papelrada
Sulawesi Selatan dan Tenggara pada 25 oktober 1965 memutuskan untuk membekukan
sementara kegiatan PKI dan ormas-ormasnya di wilayah hukum Sulawesi selatan dan
tenggara.
Di daerah Polewali Mamasa
dimana banyak orang-orang PKI dan orang-orang yang dituduh PKI diasingkan dan
di penjara tanpa diadili. Ini terbukti dengan ditangkapnya puluhan orang yang
terlibat PKI atau dianggap terlibat oleh PKI.
Mereka banyak mendapatkan siksaan baik fisik maupun mental. Para eks Komunis
atau mereka yang dituduh Komunis
mendapat perlakuan yang berbeda dibanding masyarakat lain, misalnya pelarangan
bagi orang yang terlibat PKI ataupun yang dituduh PKI untuk masuk ke dalam
pemerintahan, diskriminasi dalam mendapatkan pendidikan dan lain-lain. Kondisi ini terjadi hingga saat ini dimana
para eks PKI atau mereka yang dituduh PKI belum mendapat perhatian dari
pemerintah.
Dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha melihat
kejadian ini dari kacamata yang berbeda agar tidak ada yang menjadi tumbal dari
kejadian ini dengan mengkaji dampak yang ditimbulkan dari gerakan ini di daerah
Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Setelah itu, peneliti akan berusaha memberikan
pengarahan kepada seluruh masyarakat khususnya pemerintah daerah agar ada
persamaan hak diantara mereka serta berusaha agar terjadi interaksi yang lebih
rukun antar sesama warga masyarakat demi mewujudkan cita-cita bangsa yang
tercantum pada Pancasila.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
judul penelitian ini terdapat 2 kata kunci yaitu paham
Komunisme dan
Partai Komunis
Indonesia.
Komunisme adalah
sebuah
ideologi.
Penganut paham ini berasal dari
Manifest
der Kommunistischen yang
ditulis oleh
Karl Marx dan
Friedrich
Engels, sebuah
manifestopolitik
yang pertama kali diterbitkan pada
21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis
pendekatan kepada
perjuangan
kelas (sejarah
dan masa kini) dan
ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah
satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.
Komunisme
pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham
kapitalisme di awal
abad ke-19,
dalam suasana yang menganggap bahwa kaum
buruh dan pekerja
tani hanyalah bagian
dari
produksi dan yang lebih mementingkan
kesejahteraan ekonomi.
Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa
faksi internal dalam komunisme antara penganut
komunis teori dan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan
cara perjuangan yang berbeda dalam pencapaian
masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang
disebutnya sebagai masyarakat
utopia. Dalam
komunisme perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat
produksi melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan
sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan
proletar .
Partai
Komunis Indonesia merupakan sebuah
partai yang berkembang dari sebuah perkumpulan bernama (Indische Sociaal
Democratische Vereeniging). Partai ini resmi terbentuk pada bulan Mei tahun
1920. Pada awal 1920, ISDV menerima
surat dari Haring (nama samaran Sneevliet, yang sebelumnya di usir Belanda) di
Shanghai, yang menganjurkan agar ISDV menjadi anggota Komunis Internasional
(Komintern). Untuk itu harus dipenuhi 21 syarat, antara lain memakai nama
terang partai komunis dan menyebut nama negaranya.
Akhirnya pada tanggal 23
Mei 1920, para aktivis ISDV seperti Semaoen,Darsono (juga anggota Serikat
Islam) dan Douwes Dekker, memutuskan untuk mengganti nama ISDV menjadi
Perserikatan Komunis Hindia. Semaoen dipilih sebagai ketua, dan Darsono wakil
ketua, Bergsma sekretaris, dan Dekker menjadi bendahara.
Secara formalnya
Perserikatan Komunis Di Hindia memang lanjutan dari ISDV, yang sebagian
anggotanya masih tercatat sebagai anggota Sarikat Islam (Semarang).Seiring perkembangannya, Perserikatan Komunis Di
Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia, dengan alasan, nama
“Partai Komunis Indonesia” menurut mereka lebih mencerminkan prinsip perjuangan
partai itu.
Seperti yang tertulis
dalam diktat untuk KPS dan KPSS tentang "Pembangunan Partai" yang
disusun oleh Depagitprop CC PKI di Jakarta 1958, bahwa “Lahirnja PKI merupakan
peristiwa jang sangat penting bagi perdjuangan kemerdekaan Rakjat Indonesia.
Pemberontakan kaum tani jang tidak teratur dan bersifat perdjuangan se-daerah
atau se-suku dalam melawan imperialisme Belanda, jang terusmenerus mengalami
kegagalan, sedjak PKI berdiri, mendjadi diganti dengan perdjuangan proletariat
jang terorganisasi dan jang memimpin perdjuangan kaum tani dan gerakan
revolusioner lainnja”.
Mengingat penelitian ini membahas tentang PKI dan pergerakannya
di Indonesia terkhusus pada peistiwa pasca Gerakan 30 Puluh September maka
beberapa pustaka dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini seperti buku karya
taufik dengan judul Camp Pengasingan
Moncongloe yang menceritakan tentang muncul dan berkembangnya PKI di
Sulawesi Selatan, mengutarakan tentang tahanan politik di Moncongloe dan
pembebasannya. Adapun beberapa buku, juga akan digunakan untuk mengungkap
kejadian sekitar gerakan 30 September dengan mengkaji berbagai teori tentang
keterlibatan beberapa pihak, seperi buku karya Kerstin Beibese yang berjudul
“Apakah Soekarno Terlibat Peristiwa G30S” dan beberapa buku lain yang
berhubungan dengan kejadian ini.
Secara mendalam penelitian ini akan menggunakan
sumber-sumber arsip, koran, catatan pribadi dan sumber tulisan lain yang
berhubungan dengan dampak yang ditimbukan dari gerakan ini. Untuk menjadi
perbandingan, penelitian ini juga akan menggunakan sumber lisan yang didapat
dari bekas tahanan Komunis ataupun pihak pemerintah yang mengeluarkan aturan
tentang penahanan
orang-orang PKI atau mereka yang dutuduh PKI.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada umumnya yang disebut metode adalah cara atau prosedur
untuk mendapatkan objek. Juga dikatakan bahwa metode adalah cara untuk berbuat
atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem yang terencana dan teratur. Jadi,
metode selalu erat hubungannya dengan prosedur, proses, atau tekhnik yang
sistematis untuk melakukan penelitian disiplin tertentu. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan objek peneliian.
Untuk menjawab substansi masalah berdasarkan rumusan
masalah, maka diperlukan adanya suatu metode peneltian pada hakekatnya dapat
menggunakan berbagai macam cara atau metode. Penggunaan metode tersebut,
tergantung dari tujuan penelitian, sifat masalahnya yang akan digarap dan
berbagai alternatif yang akan digunakan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1)heuristik, yaitu menghimpun
jejak-jejak masa lampau. (2) kitik
sumber, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak masa lampau itu baik bentuk
dan isinya. (3) interpretasi, yaitu menempatkan makna dan saling berhubungan
dari fakta-fakta yang diperoleh. (4) historiografi,
yaitu penyajian atau menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah
sejarah. 6
1. Heuristik
( Tahap Mencari Sumber)
Kemampuan
menemukan dan menghimpun sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan sejarah
biasa dikenal sebagai tahap heuristik. Dibutuhkan keuletan tersendiri disamping
bekal metodologi yang mantap agar seseorang peneliti mampu menemukan
bahan-bahan tertulis karena tiadanya dokumen berarti tiada sejarah serta
menemukan sumber lisan yang didapat dari para pelaku yang terlibat dalam PKI. Dokumen yang dimaksud adalah beberapa arsip
pemerintah daerah tingkat II Polewali Mamasa yang memuat tentang aturan tentang
pembersihan orang yang diduga Komunis di dalam pemerintahan, dokumen yang lain
adalah surat kabar yang dipakai PKI di Sulawesi Selatan untuk meluaskan pengaruhnya serta buku-buku
yang terkait tentang PKI di Sulawesi Selatan diantaranya karya dari Taufik
Abdullah yang berjudul Kamp Pengasingan Moncongloe. Selain sumber tertulis,
peneliti akan menggunakan sumber lisan yang didapatkan dari para pelaku atau
orang-orang yang dituduh PKI.
2. Kritik Sumber
Ada
yang mencoba menyatukan “tahap analisis” dan “tahap sintesis” dalam peneliian
sejarah karena kaitan keduanya tampak sangat erat sekali. Dalam tahap analisis
sebenarnya dikenakan dua macam kritik yaitu kritik ekstren dan kritik intern.
Kritik ekstren mencoba menjawab tiga pertanyaan yaitu mengkaji kesejatian,
keaslian, atau keotentikan sumber-sumber yang ada sedangkan kritik intern
dilakukan setelah kitik ekstern dilakukan yang mencoba mengkaji seberapa
jauhkah kesaksian sumber yang telah lolos tadi dapat dipercaya. Pada tahap ini
peneliti akan membandingkan data yang didapat dari beberapa dokumen tertulis,
baik arsip, surat kabar, ataupun buku-buku terkait dengan sumber lisan yang
didapat dari para pelaku dan orang-orang yang dituduh PKI .
3. Interpetasi
Sumber-sumber
yang telah lolos dari kritik, kemudian dilakukan suatu penafsiran dari
bahan-bahan tadi. Dalam tahap ini telah dapat ditetapkan dari fakta-fakta yang
teruji dari data yang didapat baik berupa dokumen ataupun wawancara dengan
pelaku. Dalam tahap ini subjektivitas peneliti tampak mulai berperan.
4. Historiografi
(Penyajian)
Dalam
tahap terakhir ini, peneliti menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam bentuk
karya sejarah. Dalam tahap ini, diperlukan kemampuan khusus, yaitu kemampuan
mengarang. Bagaimana agar fakta-fakta sejarah yang sudah benar-benar terpilih
tetapi masih bersifat fragmentaris itu dapat menjadi suatu sajian yang besifat
utuh, sistemais, dan komunikatif. Mudah dimengerti bila dalam tahap ini
dipelukan suatu imajinasi historis yang baik.
Penelitian ini nantinya akan menghasilkan artikel ilmiah
yang diharapkan dapat menjadi obat bagi para eks tapol Komunis untuk
mendapatkan hak yang sama baik dalam politik, pendidikan dan lain-lain untuk
mewujudkan cita-cita bangsa dalam berdemokrasi dan menciptakan hak yang sama di
dalam masyarakat sesuai dengan hak asasi manusia.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL
KEGIATAN
A. Ringkasan
Anggaran Biaya
Tabel 1. Ringkasan Anggaran Biaya
No
|
Jenis
Pengeluaran
|
Biaya
(Rp)
|
1
|
Peralatan Penunjang
|
2.700.000,-
|
2
|
Bahan Habis Pakai
|
728.000
|
3
|
Perjalanan
|
3.760.000,-
|
4
|
Bahan Penelitian
|
1.150.000,-
|
5
|
Dokumentasi dan
Publikasi
|
1.800.000,-
|
6
|
Lain-lain
|
1.500.000,-
|
Jumlah
(Rp)
|
11.638.000,-
|
Adapun rincian biaya
kegiatan terlampir
B. Jadwal
Kegiatan
Tabel 2. Jadwal Kegiatan
No
|
Jenis Kegiatan
|
Januari
|
Februari
|
Maret
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Penyiapan Alat dan Bahan
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Pengumpulan Data (Heuristik)
|
|
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Kritik Sumber
|
|
|
|
|
X
|
X
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Interpretasi
|
|
|
|
|
|
|
X
|
X
|
X
|
X
|
|
|
5
|
Penulisan Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X
|
X
|
X
|
X
|
DAFTAR PUSTAKA
Beise, Kerstin, 2004, Apakah
Soekarno Terlibat Peristiwa G30S, Yogyakarta: Ombak.
Badan
Arsip Dan Perpustakaan Daerah Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan : Inventaris Arsip Pemerintah Daerah Tingkat
II Polmas 1918-1983.
Djamhari, S. As’ad, dkk. 2009. Komunisme di Indonesia jilid I, Jakarta:
Pusjarah TNI bekerja sama dengan yayasan kajian citra bangsa (YKCB).
Djamhari, S. As’ad, dkk. 2009. Komunisme di Indonesia jilid II, Jakarta:
Pusjarah TNI bekerja sama dengan yayasan kajian citra bangsa (YKCB).
Djamhari, S. As’ad, dkk. 2009. Komunisme di Indonesia jilid IV, Jakarta:
Pusjarah TNI bekerja sama dengan yayasan kajian citra bangsa (YKCB).
Kuntowijoyo,
1995, Pengantar Ilmu Sejarah,
Yogyakarta: BENTANG W.
Nugroho
Notosusanto,1978, metode penelitian
sejarah kontemprer. Jakarta: Idayu.
Pranoto,
Suhartono, 2010, Teori & Metodologi
Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rochmat,
Saefur, 2009, Ilmu Sejarah dalam
Pespektif Ilmu Sosial, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Taufik, 2009, Kamp pengasingan Moncongloe.
Jakarta:Desantara Foundation dan LAPAR.