Selasa, 30 September 2014

PERANAN MAEMUNAH DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA DI MANDAR (1945-1949)

BAB I
 PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia masuk ke dalam masa penjajahan sejak awal abad ke 17. Kedatangan orang eropa yang diawali oleh bangsa Portugis dan bangsa Spanyol dalam rangka mengadakan penjajahan keliling dunia maka sampailah bangsa-bangsa tersebut di asia, termasuk Indonesia.[1]
Berabad-abad lamanya wilayah yang termasuk kawasan Indonesia hidup terpecah belah dalam status kerajaan sektoral yang tidak pernah akur satu sama lainnya. Hingga datangnya bangsa bangsa-bangsa penjajah, bangsa yang hidup terpecah belah ini dengan sangat mudah berhasil ditaklukkan dan dikuasai satu demi satu kerajaan membuat bangsa Indonesia menderita, barulah pada tahun 1908 timbul kesadaran untuk bersatu yang dikenal dengan istilah kesadaran nasional. Dalam tahun ini, mulai tumbuh dalam jiwa bangsa Indonesia kesadaran dan semangat untuk bersatu melawan Belanda hingga terjadi beberapa pemberontakan di berbagai wilayah yang ada di indonesia.
17 Agustus 1945 merupakan puncak perlawanan bangsa Indonesia dengan ditandai pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta yang membuat jutaan rakyat Indonesia menyambut dengan hati gembira termasuk di daerah Mandar yang kini dikenal dengan provinsi Sulawesi Barat.
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan negara Republik Indonesia sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, berdasarkan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, pemerintah Belanda bukan saja menolak memberikan pengakuan kepada bangsa Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya, akan tetapi juga berusaha untuk memulihkan kembali pengaruh dan kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di wilayah bekas jajahannya (Hindia Belanda). Hal ini berkaitan dengan sikap sekutu yang tampil sebagai pemenang dalam perang dunia ke II, yang tidak mengakui sepenuhnya proklamasi kemerdekaan dan pemerintah Republik Indonesia.  semua ini terjadi sebagai akibat dari proses persiapan kemerdekaan Republik Indonesia yang mendapat dukungan dari Jepang, dan proklamasi kemerdekaan serta penyelenggara pemerintah Republik Indonesia merupakan tokoh-tokoh yang teribat kerjasama dengan pihak Jepang. Tambahan pula bahwa perumusan pembenukan negara yang dilaksanakan oleh PPKI mrupakan wadah ciptaan pemerintah militer Jepang. Itulah sebabnya pihak Inggris dan Australia yang mewakili sekutu untuk menyelesaikan persoalan di Indonesia, tampaknya membenarkan keinginan NICA  yang hendak memulihkan kembali pengaruh dan kedudukan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. [2]
Kembalinya Belanda menjajah Indonesia didasarkan pada hasil konferensi Postdam yang diadakan pada 17 Juni sampai 2 Agustus 1945 yang melahirkan delapan keputusan yang antara lain pada butir keenam yaitu memperbarui/mengembalikan pemerintahan sendiri dan pendidikan untuk mencapai cita-cita demokrasi. Disamping perjanjian Postdam, pada tanggal 24 Agustus di Chequers dekat kota London, lahir pula suatu perjanjian Civil Affair Agrement. Landasan perjanjian ini adalah merupakan kerjasama antara Inggris dan Belanda, dalam rangka usaha Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Dalam perjanjian tersebut Inggris memberikan wewenang sepenuhnya kepada Belanda untuk mengatur Indonesia.[3]
Berdasarkan pada perjanjian tersebut, pada bulan September 1945 pasukan Sekutu (Inggris dan Australia) yang ikut pula membonceng tentara NICA mendarat di kota-kota besar seluruh Indonesia. Awal kedatangan NICA disambut baik oleh rakyat Indonesia. Namun hal ini tidak berlangsung lama setelah NICA secara terang-terangan hendak menegakkan kembali pemerintahannya di Indonesia dan sikap Inggris yang tidak menghargai kedaulatan bangsa Indonesia baik pemimpin nasional maupun lokal. Keinginan Belanda untuk menanamkan kembali kekuasannya di Indonesia berdampak besar terhadap kehidupan rakyat. Pergolakan terjadi dimana-mana hampir di seluruh pelosok nusantara baik itu perjuangan secara fisik maupun perjuangan secara diplomasi.
Tentara Sekutu yang bertugas menduduki daerah Sulawesi Selatan, diwakili oleh kesatuan dari Brigade ke-21 dan mulai mendarat di Kota Makassar pada tanggal 21 September 1945 dibawah pimpinan Brigjen Iwan Dougherty. Bersama tentara Australia turut membonceng pula tentara Belanda, NICA di bawah pimpinan Mayor J.G Wegner. Kedatangan Sekutu di Makassar diterima baik sebagai perwujudan dari pembicaraan sebelumnya yang dilakukan oleh Gubernur dan wakil pemerintah Indonesia di Sulawesi (Dr. Ratulangi) dengan wakil dari Sekutu yaitu  Mayor Gibson. Namun, dalam kenyataannya tentara Sekutu tidak konsekuen (sesuai pembicaraan sebelumnya) dalam melaksanakan tugas. Kedatangan di Makassar bukan saja dalam rangka melucuti senjata tentara Jepang dan memelihara ketertiban dan keamanan, tetapi lebih jauh bertindak membantu Belanda untuk mengembalikan kekuasannya di daerah Sulawesi Selatan yaitu dengan cara diam-diam mempersenjatai bekas tawanan perang Belanda dan KNIL yang sudah dibebaskan dari tawanan Jepang.[4]
Berita tentang pendaratan Sekutu yang mengikutsertakan NICA serta dengan diam-diam membantu pihak Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya, diketahui juga oleh para tokoh-tokoh pejuang pergerakan di daerah Polmas[5]. Hal ini disebabkan karena pejuang pergerakan selalu mengadakan kontak atau hubungan komunikasi dengan tokoh-tokoh pejuang lainnya yang berada di Makassar. Disaat-saat nyata kembalinya Belanda hendak menjajah Indonesia lewat tentara Sekutu, maka para tokoh dan pemuda setempat secara terang-terangan pula segera mempersatukan massa dalam suatu wadah organisasi perjuangan.
Afdeling Mandar pada perang kemerdekaan merupakan sebutan bagi 3 afdeling tingkat II yang ada di Sulawesi Selatan yaitu afdeling Polewali, afdeling, Majene, dan afdeling mamuju. Di Majene, berita mengenai kemerdekaan Republik Indonesia didengar melalui siaran radio pada 20 Agustus 1945.[6] Mulai saat itu, para pemuda pejuang di daerah Majene bertekad untuk terus menegakkan, membela, dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk itu, maka para pemuda pejuang mendirikan berbagai oganisasi perjuangan.
Ada ciri khas yang membedakan perjuangan di daerah Mandar dengan daerah lain yang ada di Indonesia terkhusus di daerah Majene yaitu keterlibatan wanita dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjadi tokoh sentral perjuangan.
Satu wanita diantara beberapa wanita yang menjadi tokoh sentral dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Majene adalah Hj. Maemunah yang menjadi pemimpin Kelaskaran GAPRI 5.3.1. bersama dengan suaminya yang bernama H. Muh. Djud Pantje, Hj. Maemunah menjadi pimpinan suatu Kelaskaran terbesar yang ada di Majene yang bertugas dibidang keamanan dan pertahanan dalam rangka perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik indonesia.
Hj. Maemunah merupakan pahlawan yang secara terang-terangan berani menentang Belanda. Ia adalah sosok wanita yang beberapa kali lolos dari maut walaupun beberapa kali tertangkap  dan disiksa di tahanan. Ia benar-benar mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara pada saat usianya masih muda. Pada saat jadi guru di Bababulo, ia rela meninggalkan tugasnya sebagai guru untuk ikut bergabung dan menjadi pemimpin salah satu organisasi pergerakan terbesar yang ada di Majene saat itu.
Dalam melaksanakan tugasnya ia tekun dan bertanggung jawab bahkan ikut serta melakukan gerakan-gerakan rahasia bersama rekan seperjuangannya di GAPRI 5.3.1. para pejuang kemerdekaan telah mengikuti keberadaannya sebagai pejuang revolusi terbukti adanya pemberian tanda-tanda jasa oleh negara yang menjadikannya sebagai pahlawan nasional
Berdasarkan dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat tentang “Peranan Hj. Maemunah Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Mandar 1945-1950”. peristiwa tersebut diangkat sebagai topik atau fokus studi karena peristiwa tersebut bukanlah suatu hal yang disengaja untuk dilibatkan dalam sebuah konflik, akan tetapi peristiwa tersebut lahir karena dilatar belakangi oleh beberapa faktor.

B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari deskripsi singkat yang terdapat dalam latar belakang yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diatas maka penjabaran permasalahan tersebut akan dituangkan dalam pertanyaan – pertanyaan utama sebagai berikut:
1.      Bagaimana Latar Belakang Kedatangan Tentara Sekutu di Daerah Mandar?
2.      Bagaimana Sejarah Terbentuknya Kelaskaran di Mandar?
3.      Bagaimana Keterlibatan Hj. Maemunah Dalam Kelaskaran GAPRI 5.3.1?
4.  Bagaimana Peran dan Usaha Hj. Maemunah Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Daerah Mandar? 
C.BATASAN MASALAH
Berdasarkan dengan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan penelitian ini dibatasi baik tematis, spasial maupun temporal. Hal ini merujuk pada cakupan masalah dalam makalah ini, yang cukup kompleks dan agar penulisan ini lebih fokus pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara jelas.
Untuk menghindari meluasnya ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini maka secara tematis makalah ini dimulai pada saat kedatangan tentara Sekutu kedaerah Mandar, terbentuknya kelaskaran di Mandar, keterlibatan Hj. Maemunah dalam Kelaskaran GAPRI 5.3.1  serta peran dan usaha HJ. Maemunah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar.
Adapun batasan spasialnya adalah sebagian daerah Majene, sedangkan batasan temporalnya dimulai pada tahun 1945 pada saat terbenuknya Kelaskaran GAPRI 5.3.1 di Majene besamaan dengan datangnya NICA ke daerah Mandar sehingga ada upaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan berakhir pada tahun 1950, dengan pertimbangan bahwa periode ini merupakan akhir dari perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar dan sudah banyak organisasi yang terbentuk untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
D.TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan dari beberapa permasalahan yang telah dibahas di atas, maka penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui latar belakang  Kedatangan Tentara Sekutu di Daerah Mandar
2.      Mengetahui Sejarah Terbentuknya Kelaskaran di Mandar
3.      Mengetahui Keterlibatan Hj. Maemunah Dalam Kelaskaran GAPRI 5.3.1
4.      Mengetahui Peran dan Usaha Hj. Maemunah Dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Daerah Mandar 
E.MANFAAT PENULISAN
Sebagai warga negara yang baik tentunya harus mengetahui sejarah karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Sejarah nasional tidak terlepas dari  sejarah daerah yang merupakan sesuatu yang sangat penting bagi warga masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Namun, masih banyak generasi muda yang tidak tahu tentang sejarah daerahnya sendiri bahkan pejuang-pejuang yang berasal dari daerahnya yang rela mengorbankan harta dan jiwa mereka demi kemerdekaan Indonesia.  adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Agar masyarakat Mandar khususnya generasi muda dapat mengetahui dan mengambil hikmah dari perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar.
2.      Dapat memberikan manfaat terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya dan aspek kesejarahan yang dapat digunakan sebagai informasi guna dijadikan sebagai bahan diskusi.
3.      Sebagai bahan kajian dan diskusi akademik mengenai tokoh pejuang wanita dalam peranannya mempertahankan kemerdekaan di tanah Mandar
4.      Sebagai bahan referensi dan acuan bagi siapa saja yang berminat untuk mengetahui perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar, sekaligus sebagai upaya dalam mengenang jasa para pahlawan.

F.TINJAUAN PENELITIAN SEBELUMNYA
Ada beberapa referensi atau tulisan mengenai peranan Hj. Maemunah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Mandar, yang didalamnya memberikan gambaran singkat tentang perjuangan yang dilakukan oleh Hj. Maemunah, seperti karya Muhammad Amir, Drs. A. Muis Mandra,.
Tulisan Drs. A. Muis Mandra dengan judul sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa di Mandar. Tulisan ini memuat perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat Mandar serta beberapa pergerakan yang dilakukan oleh Kelaskaran-Kelaskaran di Mandar dan salah satunya adalah kelaskaran yang dipimpin oleh Hj. Maemunah. Dalam tulisannya memuat tentang latar belakang terbentuknya GAPRI 5.3.1, kegiatan Kelaskaran GAPRI 5.3.1, dan beberapa pertempuran-pertempuran yang melibatkan pejuang GAPRI 5.3.1  dengan Belanda. Walaupun  membahas organisasi yang dipimpin oleh Hj. Maemuna, tulisan ini sangat sedikit membahas peran-peran yang dijalankan oleh Hj. Maemunah sebagai pimpinan GAPRI 5.3.1 
Tulisan Muhammad Amir dengan judul kelaskaran di Mandar sulawesi barat kajian sejarah perjuangan mempertahnkan kemerdekaan. Tulisan ini menceritakan tentang masa sebelum kemerdekaan di Mandar sampai terbentuknya Kelaskaran-Kelaskaran di Mandar. Dalam salah satu bab dijelaskan tentang oganisasi yang dipimpin oleh Hj. Maemunah, namun sangat sedikit menjelaskan tentang peran dan fungsi Hj. Maemunah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di daerah Mandar.
G.METODE PENULISAN
Pada umumnya yang disebut metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek. Juga dikatakan bahwa metode adalah cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem yang terencana dan teratur. Jadi, metode selalu erat hubungannya dengan prosedur, proses, atau tekhnik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek peneliian. [7]
Untuk menjawab substansi masalah berdasarkan rumusan masalah, maka diperlukan adanya suatu metode peneltian pada hakekatnya dapat menggunakan berbagai macam cara atau metode. Penggunaan metode tersebut, tergantung dari tujuan penelitian, sifat masalahnya yang akan digarap dan berbagai alternatif yang akan digunakan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)heuristik, yaitu menghimpun jejak-jejak masa lampau. (2) kitik sumber, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak masa lampau itu baik bentuk dan isinya. (3) interpretasi,  yaitu menempatkan makna dan saling berhubungan dari fakta-fakta yang diperoleh. (4) historiografi, yaitu penyajian atau menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah. [8]
1.      Heuristik ( Tahap Mencari Sumber)
Kemampuan menemukan dan menghimpun sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan sejarah biasa dikenal sebagai tahap heuristik. Dibutuhkan keuletan tersendiri disamping bekal metodologi yang mantap agar seseorang peneliti mampu menemukan bahan-bahan tertulis karena tiadanya dokumen berarti tiada sejarah.  Sedang dokumen itu beraneka ragam bentuknya tidak hanya berupa dokumen perorangan atau pribadi, tetapi juga dokumen umum yang mempunyai manfaat beragam.
2.       Kritik Sumber
Ada yang mencoba menyatukan “tahap analisis” dan “tahap sintesis” dalam peneliian sejarah karena kaitan keduanya tampak sangat erat sekali. Dalam tahap analisis sebenarnya dikenakan dua macam kritik yaitu kritik ekstren dan kritik intern. Kritik ekstren mencoba menjawab tiga pertanyaan yaitu mengkaji kesejatian, keaslian, atau keotentikan sumber-sumber yang ada sedangkan kritik intern dilakukan setelah kitik ekstern dilakukan yang mencoba mengkaji seberapa jauhkah kesaksian sumber yang telah lolos tadi dapat dipercaya.
3.      Interpetasi
Sumber-sumber yang telah lolos dari kritik, kemudian dilakukan suatu penafsiran dari bahan-bahan tadi. Dalam tahap ini telah dapat ditetapkan dari fakta-fakta yang teruji. Dalam tahap ini subjektivitas peneliti tampak mulai berperan.
4.      Historiografi (Penyajian)
Dalam tahap terakhir ini, peneliti menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam bentuk karya sejarah. Dalam tahap ini, iperlukan kemampuan khusus, yaitu kemampuan mengarang. Bagaimana agar fakta-fakta sejarah yang sudah benar-benar terpilih tetapi masih bersifat fragmentaris itu dapat menjadi suatu sajian yang besifat utuh, sistemais, dan komunikatif. Mudah dimengerti bila dalam tahap ini dipelukan suatu imajinasi historis yang baik.[9]

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kedatangan Tentara Sekutu di Mandar
Serangan sekutu di Pasifik, membuat kewalahan tentara Jepang dalam pertempuran yang berlangsung di semua wilayah penjajahan Jepang. Bulan Juni/juli pesawat pembom sekutu muncul di udara. Kemenangan pihak sekutu terhadap bala tentara Jepang dikunci dengan dua pemboman dashyat yang dijatuhkan atas kota Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 8 Agustus 1945. Bangsa Jepang terheran-heran menyaksikan kedahsyatan senjata pemusnah itu, sementara ratusan ribu yang terkena, musnah karena hangus. Maka mitos bahwa bangsa keturunan dewa matahari akan lenyap maka pada tanggal 15 Agustus 1945, kaisar Hirohito mengumumkan penyarahan Jepang tanpa syarat kepada sekutu. Untuk merealisasi penyerahan diri tanpa syarat Jepang maka tentara sekutu mulai melaksanakan tugas untuk segera mengambil alih daerah-daerah bekas pendudukan militer Jepang sambil melucuti senjata dan membebaskan para tawanan perang.[10]
Berita menyerahnya Jepang atas sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 membangkitkan semangat nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan yang tak terbendung dari pemuda pemudi Indonesia yang menghendaki segera mengumumkan pernyataan kemerdekaaan. Atas usul dan desakan dari pemuda, akhirnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta menandatangani piagam proklamasi kemerdekaan Indonesia.  Tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Ir. Soekarno di depan wakil-wakil ari seluruh daerah Indonesia pukul 10.00 pagi di lapangan Ikada, jalan Pegagasan Timur 56 Jakarta. Meskipun demikian, berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak banyak diketahui oleh seluruh rakyat indoneisa karena berdasarkan perjanjian antara Jepang dan sekutu tanggal 15 Agustus 1945 bahwa semua urusan sipil di Indonesia pada masa peralihan tetap dipegang oleh pemerintah Jepang sampai tentara sekutu tiba. karena itu, usaha penyebarluasan proklamasi di seluruh wilayah Indonesia tidak dibesar-besarkan pemerintah Jepang dengan hanya dibeitakan 2 menit keseluruh pelosok tanah air lewat siaran radio di kantor berita Domei. [11]
Wilayah Indonesia, sebagai salah satu daerah bekas pendudukan militer Jepang dengan terpaksa pula harus diduduki oleh pasukan sekutu. Dan untuk pelaksanaan tugas itu, ditunjuklah tentara kesatuan Inggris. Namun karena dianggap kurang cukup untuk mengemban tugas, oleh laksamana Lod Louis Maountbatten, sebagai pimpinan komando pasukan sekutu untuk wilayah Asia Tenggara, meminta bantuan dari tentara kesatuan Australia untuk menduduki sebagian wilayah Indonesia.[12]
Sekutu yang berasal dari Australia akhirnya mendarat di Makassar pada tanggal 21 september 1945 dipimpin oleh Brigadir Jendral Iwan Dougherty. Pada dasarnya kedatangan sekutu di Indonesia ialah untuk menerima penyerahan pasukan Jepang dan memulangkan mereka ke negerinya. Tugas pokok dari tentara ini adalah :
1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang
2. Membebaskan para tawanan Jepang
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk dipulangkan
4. Menegakkan dan mempertahankan kondisi damai untuk kemudian diserahkan paa pemerintah sipil.
5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang untuk menuntut
     mereka di pengadilan serikat[13].

Agar tugas pokok mereka terlaksana maka dalam pelaksanaan tugas tersebut ditambahkan tugas lain yaitu :
1.    Menjamin terlaksananya keamanan di Indonesia
2.    Menjaga agar tidak terjadi perobahan status quo dalam wilayah Indonesia.
3.    Mengurus para interniran bekas KNIL dan lain-lain yang disekap oleh Jepang
Disaat tentara sekutu tiba di kota Makassar, ia diterima baik oleh Dr. Ratulangi sebagai gubernur dan wakil pemerintahan Republik Indonesia di Sulawesi sesuai dengan pembicaraan sebelumnya di Makassar bersama wakil sekutu Mayor Gibson, seorang bekas tawanan perang. Namun pada kenyataannya tentara sekutu tidak jujur dan konskwen dalam melaksanakan tugas. Sebab kedatangan di Sulawesi Selatan (Makassar) bukan saja bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang dan memelihara keamanan dan ketertiban, tetapi lebih jauh ia tampak bertindak membantu pihak Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah Sulawesi Selatan, yaitu dengan jalan secara diam-diam mempersenjatai bekas tawanan perang Belanda dan KNIL  yang sudah dibebaskan dari tawanan balatentara pihak Jepang. [14]
Aksi-aksi atau gerakan yang dilancarkan oleh organisasi perjuangan ditujukan untuk mematahkan hadirnya unsur kolonial yang selalu mendambakan kembalinya kekuasaan Pemerintah Belanda di kawasan Mandar, ialah dengan melalui berbagai penyebaran dan pemasangan pamflet yang dibuat oleh Riri Amin Daud dan A.R Tamma sedangkan untuk penyebaran dan pemasangannya ditugaskan kepada para pemuda, antara lain; untuk daerah sektor Tinambung, Majene, dan Pamboang dibawah koordinasi Ahmad sedang di sektor Pambusuang, campalagian dan Polewali di bawah koordinir Lappas Bali. Pamflet-pamflet yang disebarkan itu berbunyi :
1.      Hai pegawai-pegawai kolonial, tak ada tempatmu di wilayah RI.
2.      Kita sudah berpengalaman dijajah Belanda.
3.      Awas, hai anti kemerdekaan perhitungan pasti datang.
4.      Indonesia merdeka, penjajah mampus.
5.      Kalau tak mau merdeka silahkan ke neraka[15].

Bunyi atau kalimat pamflet disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan perjuangan. Sebelum tentara NICA memasuki wilayah Mandar, yang saat itu sudah berada di kota Pare-pare, bunyi atau kalimat yang terdapat pada pamflet diubah dalam bentuk yang cukup keras. Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyeberangan dari para anggota-anggota pergerakan ke pihak musuh, yang antara lain berbunyi dalam kalimat sebagai berikut :
1.     Penghianat adalah dosa besar
2.     Hidup pejuang, penghianat mati
3.     Penghianat harus dibunuh
Sekitar bulan Oktober 1945, sesaat ketika menjelang masuknya tentera NICA di kawasan Mandar, terjadi suatu aksi protes terhadap sebuah kapal yang berbendera Belanda yang sedang berlabuh di pelabuhan kota Majene, kedatangan kapal tersebut bermaksud untuk menyelidiki reaksi masyarakat bila kelak datangnya NICA yang datang memasuki wilayah Mandar. Namun dengan menyaksikan kedatangan kapal tersebut maka para pemuda dengan spontanitas melakukan aksi protes, antara lain dipelopori oleh, Abd. Madjid dan Lembang. Pada saat itu, para pemuda mandatangi kapal dalam rombongan yang berjumlah sebanyak tiga perahu dan kemudian menyita bendera Belanda[16].
Bala tentara asing dari Australia tiba di daerah Mandar pada Minggu 29 November 1945, tentara Australia mulai tampak di Mandar dan menempatkan markas komandonya di Majene, ibu kota afdeling Mandar. Para pimpinan perjuangan tidak menampakkan kecurigaan dengan kedatangan tentara Australia namun tetap waspada. Meski tentara Australia sudah ada di Mandar, tapi kegiatan dan persiapan para pejuang tetap berjalan . sebulan berada di Mandar, tentara Australia mulai mendatangi daerah Polewali, Mamasa, dan Mamuju dengan dalih untuk menjaga keselamatan orang-orang Jepang dan mengamankan material yang ditinggalkannya. [17]
Para pejuang maupun rakyat baru tahu  kalau tentara Belanda sudah ada di Mandar bersama-sama tentara Australia ketika pada hari Minggu 13 Januari 1946, bendera Belanda berkibar di sebuah tangsi di Majene. Sesudah penaikan bendera tersebut, para tentara Belanda sudah mulai menampakkan diri secara terang-terangan. Pada senin 14 Januari, tentara Belanda menurunkan bendera Merah Putih di depan markas pejuang di Majene dan di Pamboang, sayangnya tidak ada reaksi dari pemuda pejuang setempat.[18]
Keesokan harinya selasa 15 januari 1946, tentara Belanda datang ke Tinambung untuk menurunkan bendera merah putih yang berkibar di halaman Andi Depu, namun gagal karena Andi Depu memeluk tiang bendera sambil berteriak dengan lantang ,” tuan-tuan jangan coba-coba menurunkan bendera ini, dan kalau mau paksakan tembaklah saya baru bisa turunkan bendera kebangsaan kami ini”. Setelah gagal menurunkan bendera merah putih di Tinambung, kemudian tentara Belanda menuju ke arah Pambusuang dan Campalagian, namun kali ini tentara  Belanda berhasil menurunkan bendera merah putih di kedua daerah tersebut. [19]
Peristiwa atau insiden-insiden yang terjadi antara NICA dengan para kelompok pemuda setempat membuktikan bahwa kedatangan tentara sekutu dengan membonceng tentara NICA dianggap sebagai suatu usaha yang nyata untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda di kawasan Mandar. Peristiwa-peristiwa tersebut telah menampakkan tindakan kekerasan fisik, utamanya setelah perjuangan mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang kemudian beralih kepada gerakan perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh organisasi perlawanan setempat.
Di daerah Mandar sendiri organisasi perjuangan yang ke depan bakal menjadi embrio lahirnya perjuangan yang lain adalah  API (Angkatan Pemuda Islam). API merupakan wadah perjuangan yang lahir pada masa pendudukan Jepang dan lahir 4 bulan sebelum Jepang menyarah tanpa syarat pada sekutu. Organisasi ini yang menjadi embrio lahirnya beberapa organisasi perjuangan yang ada di Mandar seperti KRIS MUDA, GAPRI 5.3.1 dan ALRI PS.
B. Terbentuknya Kelaskaran di Mandar
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah Hindia Belanda mengatur strategi politik agar dapat memerintah kembali di Indonesia, termasuk daerah Sulawesi Selatan. Namun kedatangan Belanda tersebut ditolak sebagaian besar rakyat Indonesia. karena itu, Letnan Gubernur Jenderal Dr. H. J. Van Mook membuat strategi politik militer dengan nama “Politik Federal”, yaitu suatu gagasan pembentukan negara federal Indonesia. Van mook menetapkan Sulawesi Selatan sebagai penopang utama mewujudkan politik federal karena daerah ini memiliki pengaruh politik dan ekonomi yang besar serta letak geografisnya yang strategis. [20]
Periode pemerintahan sekutu di Sulawesi tidak hanya dicirikan oleh munculnya gerakan rakyat menentang pemerintahan dan kekuasaan Belanda saja, tetapi juga diwarnai dengan lahirnya organisasi-organisasi kelaskaran bercorak khusus. Pada dasarnya organisasi kelaskaran yang berkembang di Sulawesi segera dapat mendirikan cabangnya di daerah pedalaman. Berdirinya organisasi kelaskaran segera dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Peran bangsawan dalam organisasi tersebut mendorong masyarakat dengan segera melibatkan diri sekaligus menjadi anggotanya. Hampir semua organisasi kelaskaran yang telah didirikan memuat nama-nama raja sebagai penasehat, pelindung atau sebagai pimpinan utama. Hal demikian berlaku pula pada hampir semua wilayah di nusantara, sebab raja atau bangsawan dianggap sebagai tempat bernaung masyarakat banyak sehingga sikap dan tindakan yang dilakukan raja merupakan suatu perintah yang harus dilaksanakan.[21]
Kedatangan sekutu ke tanah Mandar memberi dampak perubahan terhadap kehidupan masyarakat di daerah Mandar. Kedatangan sekutu tersebut pada mulanya mendapat tanggapan baik dari para masyarakat, karena sesuai tugas awal mereka dan ini diketahui olah masyarakat bahwa kedatangan tentara sekutu ke Mandar bertujuan untuk mengambil alih daerah-daerah bekas pendudukan Jepang, mengurus tawanan, melucuti dan memulangkan orang Jepang, menegakkan dan mempertahankan kemanan untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil dan soal penjahat perang.[22]
Tidak konsekuennya sekutu terhadap tujuan awal mereka kembali ke Mandar karena disamping sekutu bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang dan memelihara keamanan dan ketertiban, tetapi lebih jauh mereka bertindak membantu pihak Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah bekas pendudukan mereka.
Perilaku sekutu yang diam-diam mempersenjatai bekas tawanan perang Belanda diketahui juga oleh para tokoh-tokoh pemuda pergerakan di daerah Mandar, hal ini disebabkan karena para pemimpin-pemimpin pergerakan tersebut selalu mengadakan kontak atau hubungan dengan tokoh-tokoh pejuang lainnya yang berada di kota Makassar. Kedatangan sekutu di Mandar mendapatkan reaksi dari masyarakat. Kedatangan sekutu secara nyata di Mandar yang hendak kembali merebut kekuasaan, maka para tokoh dan pemuda-pemuda setempat di daerah Mandar secara terang-terangan pula segera mempersatukan massa dalam suatu wadah organisasi Kelaskaran. Semangat kemerdekaan yang telah dirasakan kembali muncul akibat datangnya tentara sekutu yang melenceng dari tujuan awal mereka datang di Indonesia. Hal inipun terjadi di daerah Mandar, kedatangan sekutu pada mulanya mendapat tanggapan positif dari masyarakat berubah menjadi perlawanan yang diakibatkan berubahnya pula tujuan sekutu. Respon tersebut salah satunya berupa pendirian atau membentuk sebuah organisasi perjuangan dalam bentuk kelaskaran. Organisasi Kelaskaran pertama yang dibentuk setelah hadirnya sekutu di daerah Mandar adalah Kebaktian Rahasia Islam Muda Mandar yang disingkat KRIS MUDA MANDAR
Sebelum organisasi ini terbentuk di Mandar sebenarnya lebih dahulu terbentuk organisasi pemuda di Campalagian. Organisasi tersebut diberi nama Islam Muda yang berdiri sekitar sekitar bulan April 1945 yang bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka[23]. Badan Kelaskaran KRIS MUDA dibentuk pada tanggal 19 Agustus 1945 di Balanipa yang merupakan lanjutan dari organisasi pergerakan Islam Muda yang telah berdiri sebelumnya. Lahirnya KRIS MUDA di Mandar itu adalah kelanjutan dari API yang telah ada sejak zaman Jepang sedangkan nama terakhir, KRIS Muda disesuaikan dengan nama KRIS yang dibentuk di Jakarta oleh para putera-putera asal Sulawesi yang berdiam di Jawa.Organisasi ini merupakan prakarsa dari Riri Amin Daud dan A. Rahman Tamma atas restu dari Maraqdia Balanipa, Ibu Andi Depu
Berkembangnya KRIS MUDA memberi dampak pada pemikiran tentang kebangsaan para masyarakat yang ada di Mandar. Sekitar pertengahan tahun 1946 di Markas KRIS MUDA di Timbu Allu, terjadi suatu pertemuan antara M. Saleh Puanna I Sudding bersama para pengikutnya, seperti Kanjuha. M, Saleh Bakti dan Mustafa dengan kedua perutusan yang masing- masing berasal dari Jawa dan Kalimantan. Dari hasil pertemuan tersebut disepakati bahwa perlu dibentuk sebuah pasukan tempur di Mandar. Nama badan perjuangan hasil pertemuan tersebut dinamakan GAPRI 5.3.1.[24]
Kelaskaran GAPRI 5.3.1 pada mulanya merupakan suatu organisasi sosial yang bernama PRAMA yang berdiri pada tahun 1935 atas prakarsa H.M. Syarif, salah seorang sesepuh masyarakat di daerah Baruga. Setelah proklamasi kemerdekaan, atas persetujuan para anggota dan pengurus organisasi tersebut, PRAMA kemudian diganti menjadi PERMAI (Perjuangan Masyarakat Indonesia). Perubahan nama tersebut lebih banyak diselaraskan dengan ide perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu. Organisasi ini dalam perkembangannya mempunyai dua fungsi utama yaitu berfungsi sosial dan berfungsi sebagai wadah perjuangan yang bergerak bawah tanah guna untuk menegakkan, membela dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.[25]
C. Keterlibatan Hj. Maemunah dalam GAPRI 5.3.1
1. Sejarah Singkat Hj. Maemunah
Hj. Maemunah lahir pada tahun 1916 di Baruga kabupaten Majene. Ia adalah putri dari pasangan Muhammad Saleh dan Habiba. Hj. Maemunah mempunyai 2 saudara diantaranya H. Bahria dan Hj. Bahria dan H. Nurdin. Setelah enam tahun ibu Maemunah meninggal, ayahnya kemudian menikah lagi dengan Sohara yang kemudian dikaruniai 2 oang putera yaitu Mabur dan abrar, keduanya berdomisili di Makassar. Semasa kanak-kanak , ia dibesarkan di desa Baruga dengan pendidikan islam yang selalu ditanamkan oleh kedua orangtuanya serta pendidikan nonformal berupa adat istiadat yang berlaku di masyarakat Mandar. [26]
Dalam kehidupan sehari-hari, Maemunah dikenal sebagai anak yang shaleh taat beribadah dan pemberani. Sebagai anak petama dari lima bersaudara, Maemunah selalu bersikap hati-hati dalam bertindak karena dia adalah panutan terhadap keempat adiknya. Tahun 1928, yaitu pada usia 12 tahun Maemunah memasuki sekolah dasar  6 tahun di Majene. Setelah iu ia melanjutkan pendidikan guru selama 2 tahun di tempat yang sama. Pada tahun 1937, maemunah kemudian melanjutkan ke CVO  untuk mendidik tenaga-tenaga guru.[27]
Maemunah sudah diangkat sebagai kepala sekolah Ba’babulo dari tahun 1937-1953. Pada tahun 1940 Mamunah menikah dengan pemuda bernama Muh. Jud Pance, mereka berdua satu pofesi sebagai guru. Keduanya bertugas dan menikah di deteng-deteng Majene namun dari hasil perkawinannya, mereka tidak dikaruniai anak.[28]
2.Bergabungnya Hj. Maemunah dalam GAPRI 5.3.1
Pada tahun 1935, para pemuda di Majene mendirikan sebuah organisasi sosial bernama PRAMA oleh H. Muh. Syarief dan kawan-kawan. Tujuan pembentukan organisasi ini adalah menentang kedatangan Belanda di Mandar yang berkubu di Majene. Para penjajah kemudian membakar habis kubu dari organisasi tersebut yang oleh orang-orang Mandar disebut “boyang soba”. Pada tanggal 24 Agustus 1945 atas persetujuan H. Muh. Syarie, H. Muh. Jud Pance, serta Hj. Maemunah maka oganisaais PRAMA dirubah menjadi PERMAI. Organisasi ini bertujuan memperjuangkan merah putih yang bergerak di bawah tanah demi menyusun kekuatan untuk membela poklamasi 17 Agustus 1945. Selain itu juga bergerak pada bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Organisasi inilah yang kemudian berubah menjadi kelaskaran GAPRI 5.3.1 dengan tujuan menanmkan perasaan kebangsaan yang tinggi, perasaan cinta tanah air dan bangsa Indonesia. keikutsertaan Maemunah dalam berbagai kegiatan organisasi perjuangan menandakan jiwa patriotnya yang tidak memandang dirinya sebagai seorang wanita yang lemah. [29]
Adapun lambang kelaskaran GAPRI 5.3.1 berbentuk segi empat panjang, disebelah atas tertulis dengan huruf besar “GAPRI”. Dibawah tulisan itu terdapat gambar keris, ditengah terdapat gambar tombak bersilang, disebelah atas persilangan terdapat gambar tengkorak manusia. Disebelah kiri gambar tombak terdapat angka lima, disamping kanannya angka tiga dan disebelah bawah persilangan tombak tertera angka satu, tulisan huruf besar paling bawah adalah kata “Merdeka”. [30]
Pasukan tempur yang bernama Gabungan Pemberontak Rakyat Indonesia kode 5.3.1 disingkat GAPRI 531 merupakan suatu oganisasi baru yang muncul setelah KRIS MUDA  sebagai suatu strategi untuk mengelabuhi NICA, bahwa ada kekuatan baru yang muncul di Mandar  sehingga kekuatan tempur NICA menjadi terbagi. Angka 5.3.1 di belakang singkatan GAPRI mempunyai arti sebagai berikut:
5 (Lima), artinya berjuang dengan tidak melalaikan sembahyang lima waktu;
3 (Tiga), artinya bersedia memberikan tiga macam pengorbanan yaitu pikiran, tenaga, dan harta termasuk jiwa
1 (Satu), atinya satu tujuan Indonesia tetap merdeka dan berdaulat di bawah ridha Allah SWT.[31]
Kode 531 digunakan oleh pejuang GAPRI sebagai kode umum dalam mendeteksi kawan maupun lawan. Para pejuang GAPRI wajib mengucapkan salam ketika bertemu. Pada saat malam hari, jika para pejuang menggunakan kedipan lampu 5 kali maka harus membalas dengan kedipan lampu tiga atau satu kali, jika menggunakan kedipan lampu sebanyak satu kali maka pejuang harus membalas kedipan lampu sebanyak tiga atau lima kali. Begitu juga waktu siang dengan menggunakan jari tangan. [32]

Adapun susunan kepenguusan GAPRI 5.3.1 adalah sebagai berikut:
Pelindung                      : para kepala distrik di Majene; Muh. Yusuf (Pa’bicara Baru), Ato Benya (Pa’bicara Pangali-ali), dan Tambacu ( Pa’bicara Banggae), serta kepala-kepala kampung ( Sulaiman, Da’aming, Bahauddin, dan Basi)
Penasihat                       : Para Kadi, imam, para ulama ( Kiyai Ab. Jalil, Kiyai H. Ma’ruf, Kiyai H. Nuhung, H. Sanusi, H. Jumadara, dan H. Yahya
Pimpinan/ pembina       : H. Maemuna, H. M. Djud Pantje, H. M. Syarif, H. Abd. Gani Ahmad, H. M. Tahir, H. Fatani, Sultani Mansyur, Abu Pua’ Rugaya, Hamzah, Muhammad Pua’ Budaer, Aco. R, Ismail Riso, M. Tahir R, H. Bahra, St. Rabiah Syarif, H. Habiba, St. Fatimah, Hiaya, Basir, Kuni, dan lain-lain
Sekretariat                     : Ketua Sapar Rahim, Wakil Ketua Adam dan Muis
Bendahara/ Keuangan  : H. Habiba
Komandan-komandan Tempur :
                                      Komandan Besar (Muh. Saleh Banjar), Wakil (Raden Ihak), Pengawal ( Atjo Bulla, Sumardi, dan Amin Syarif), Komandan-komandan (Basong, Tanre, Kanjuha, Labora, Yole, Koye’, Muh. Saleh Sosso, Harun, Maryono, Sukirno, Sulemana Kume, Dose’, Habo’, Jalaludin, dan Hammasa)
Komandan Pelatih        : H. Zainuddin, Akhmad Syarif, Mustafa Kamal, dan Hanna
Penggearak Massa        : abd. Wahab Anas, Abd. Haliem AE, dan Sultani Mansur)
Penggerak Pemuda Pelajar :
                                      Hafid Imran, Usman Syarif, dan Nurhadi Syarif
Persenjataan                  : Muh. Jafar Pua’ Dalling dan Kumu’ (Perwakilan Balikpapan)
Perbekalan                    : Sitti Fatimah
Dapur Umum                : Jaisah, Sitti, dan Asiah Arifuddin
Dapur Khusus               : Hadara, Sitti Maryam, Hafsah Urman, Saliha, Pisa, Hana, dan Rukiah
P.H.B Umum                : Muhammad Pua’ Abi, Muin, Daaming R, dan Pua’ Marawiah
P.H.B Khusus               : Bakhriah, St. Aman, dan St. Pasanrae
Kepala Kantor              : Sapar Rahim, Adam, dan Muis.[33]

Adapun markas-markas dari GAPRI 5.3.1 adalah sebagai berikut:
1.      Markas Inti di rumah Hj. Maemunah/ H. Muh. Djud Pance
2.      Markas I di Penamula, rumah Muh. Budaer
3.      Markas II di Tuqbuh, perkamaz\xpungan H. Puaq Maqingarang
4.      Markas III di Paqleoq, perkampungan Hj. Habiba dan St. Fatimah
5.      Markas IV di Labondaq Malleq, perkampungan Saenab sekeluarga
6.      Markas V di Pumbeke, perkampungan Caping puaq Taha sekeluarga
7.      Markas VI di Arandanga Majene.[34]
Semua markas-markas yang terbentuk merupakan strategi perjuangan yang dilakukan sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akibat perlawanan-perlawanan atau pertempuran-pertempuran yang terjadi di berbagai tempat yang ada di Mandar khususnya di Majene.
D. Peran dan Usaha Hj. Maemunah Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Mandar
Sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan di tanah Mandar memiliki warna tersendiri yang membedakan dengan perjuangan yang terjadi di berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Jika di daerah lain memiliki pejuang pria yang mati-matian mempertahankan daerahnya dari penjajah, maka di daerah Mandar memiliki pejuang wanita yang berani melawan penjajah secara terang-terangan.
Beberapa wanita perkasa telah lahir di tanah Mandar yang menjadi tokoh penting dalam dinamika perjuangan yang terjadi di daerah Mandar. Beberapa tokoh wanita tersebut adalah Andi Depu, Hj. Maemunah, St. Ruwaedah, St. Mulyati dan Hj. Oemi Hani. Deretan nama tersebut merupakan srikandi yang rela mengobankan pikiran, jiwa dan harta mereka untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di Majene, muncul seorang wanita yang begitu berani, cerdas, dan kuat yang menjadi tokoh sentral perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjadi pemimpin sebuah kelaskaran bernama GAPRI 5.3.1. tokoh tersebut bernama Hj. Maemunah.
Pada awalnya, keanehan mulai dirasakan Meamunah muda pada saat ia bersekolah di CVO yang pada saat itu ia merasa adanya ketiadak adilan perlakuan antara teman sekolahnya. Mereka bersama dengan teman-teman yang berasal dari masyarakat biasa memperoleh berbagai tekanan dan perlakuan kurang adil dibanding dengan temannya yang berasal dari golongan pegawai pemerintah kolonial.[35]
Pada tahun 1935, Hj. Maemuna mulai ikut dalam sebuah organisasi sosial yang didirikan oleh H. Muh. Syarief yang bernama PRAMA dan berkat usulannya, pada tanggal 24 Agustus 1945 nama PRAMA diubah menjadi PERMAI  . Organisasi PERMAI ini berfungsi ganda yaitu (1) perjuangan merah putih yang bergerak dibawah tanah, menyusun kekuatan untuk membela poklamasi 17 Agustus 1945 yang diperankan oleh H. Muh. Jud Pance cs. (2) segi sosial, ekonomi dan budaya tetap diperankan oleh H. Muh. Syarief cs dengan jalinan kerja sama yang erat kepada ketua umum PERMAI.[36] Pada saat itu ditunjuk Abdul Gani Ahmad sebagai ketua umum dengan ketentuan harus masuk di hutan. Namun Abdul Gani Ahmad tetap memilih menetap di kota Majene dengan alasan pengurusan di dalam kota tidak kalah penting, maka jabatan ketua umum dikembalikan kepada Hj. Maemunah. Secara umum perubahan nama GAPRI 5.3.1 dibentuk pada tanggal 2 November 1945.
 Berpijak dalam suatu organisasi kelaskaran, Hj. Maemunah memulai kehidupan politisnya yang tentu mengandung berbagai resiko sehubungan dengan makin meluasnya pengaruh NICA di daerah Majene. Dalam kegiatan GAPRI 5.3.1, Hj. Maemunah mengorganisasikan para pejuang baik dalam latihan kemiliteran, persediaan makanan, persediaan senjata maupun turun dalam kancah pertempuran melawan Belanda. Pada masa perang kemerdekaan berkecamuk, ia bergabung dengan pemuda lainnya dalam melawan Belanda dan berusaha menghimpun kaum wanita diantaranya Sitti Habibah, Sitti Fatimah, Jaizah, Hadara, Sitti Maryam, dan lain-lain.
Beberapa petempuran hebat terjadi antara pihak Belanda dengan Pejuang GAPRIS diantaranya:
1.      April 1946 pasukan GAPRI 5.3.1 dibawah pimpinan Basong melancarkan serangan terhadap patroli aparat NICA dan KNIL di segeri-Baruga. Pada pertempuran tersebut kepala kampung segeri yaitu Siada tewas. Pada bulan yang sama pasukan yang dipimpin oleh Basong dan Labora melancarkan serangan tehadap NICA dan KNIL di pangale-Majene dan selanjutnya pasukan dibawah pimpinan Hanna dan Bundu menyerang patroli KNIL di pambuang.
2.      Mei 1946 kelaskaran GAPRI menyerang mata-mata musuh di pangale, mengadakan pertempuran di Abaga, Tarring (Baruga) , Simullu melawan Polisi KNIL.
3.      Juni 1946, GAPRI makin giat melakukan serangan dengan menyerang banyak mata-maa dan tentara KNIL di jembatan Simullu.
4.      Juli 1946, GAPRI menyerang pasukan KNIL yang sedang melakukan patroli di pamboang dan asing-asing.
5.      Selanjutnya pada bulan Agustus, September, Oktober, dan Desember pasukan GAPRI melakukan beberapa panghadangan terhadap pasukan Belanda. [37]
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh GAPRI di Majene terhadap pemerintah NICA dan tentara KNIL tersebut, bukannya membuat Belanda menciut tetapi malah semakin meningkatkan provokasi dan penindasan kepada rakyat dan pejuang dengan ditangkapnya beberapa pejuang penting yang membuat pergerakan GAPRI semakin tersudut.
Semua peristiwa inilah yang membuat Belanda geram dan jengkel. Inilah yang mempercepat keadiran serdadu westerling di Mandar dengan tujuan utama mengahncurkan seluruh pemberontak yang ada di Mandar tak terkecuali GAPRI 5.3.1 sampai ke akar-akarnya.
Letnan Gubernur Jenderal Dr. H. J. Van Mook di Batavia mengumumkan pernyataan “keadaan perang dan darurat” atau SOB pada tanggal 11 Desember 1946 (Surat keputusan No. 1 Batavia 11 Desember 1946) yang dinyatakan berlaku di dareah Afdeling Makassar, Afdeling Bantaeng, Afdeling Pare-Pare, dan Afdeling Mandar. Akan tetapi pada hakikatnya keadaan darurat perang dalam kenyataannya berlaku diseluruh daerah Sulawesi Selatan karena Kolonel H. J. Vries atas perintah jenderal S. Poor mengeluarkan suatu perintah harian pada tanggal 11 Desember 1946 kepada seluruh jajaran tentara dibawah perintahnya untuk serentak menjalankan operasi pasifikasi atau pengamanan berdasarkan SOB yang harus tegas, cepat, dan keras tanpa kenal ampun dengan melaksanakan penembakan mati di tempat tanpa proses pengadilan. [38]
Hal ini membuat pejuang GAPRI semakin tersudut karena pihak Belanda semakin gencar melakukan operasi dengan menyebar polisi kampung yang selalu mengawasi daerah-daerah yang menjadi pusat pergerakan di Majene.inilah yang menjadi penyebab  pergerakan pemuda di Majene semakin sempit akbat adanya polisi kampung yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka.
Pada tanggal 4 Februari 1947 HBA Sangkala Menangkap dan membawa Maemunah ke Majene untuk di tahan. Dalam tahanan, Maemunah dan pejuang lainnya mendapat siksaan yang sangat kejam dari pihak Belanda. Sebelum Maemunah ditangkap, ia menyuruh suaminya yang menjadi buronan utama pihak Belanda karena sering terlihat bersama pejuang  GAPRI  untuk pergi di kampung Langnga Pare-Pare untuk berdagang, pada saat itu, pihak Belanda belum terlalu tahu tentang keterlibatan Maemunah dalam GAPRI sehingga ketika Pance datang pada tanggal  7 Februari  menemui Maemunah dan langsung ditahan. Keesokan harinya Maemuanh dibebaskan. [39]
Di Baruga dilakukan penjagaan ketat karena berita bekembang bahwa sasaran utamanya adalah markas inti  dan malam harinya diadakan ronda malam. Keesokan harinya penduduk dikumpulkan di depan masjid Baruga disamping rumah Maemunah . Maemunah kemudian ditangkap oleh KNIL suku Ambon yang penangkapannya disaksikan oleh ibu kandungnya Habibah dan adiknya Bahria. Pada saat itu, Maemunah berusaha kabur dengan mendaki gunung tapi tiba-tiba diberondong senjata KNIL dari arah masjid .[40]
Setelah lima puluh sembilan hari di tahanan karena tidak didapatkan bukti kejahatan yang kuat sehingga pada tanggal 6 April 1947 Pance bersama dengan 30 tahanan lainnya bebas. Namun berselang 3 hari, pance kembali di tangkap dan langsung ditahan. Tetapi penangkapan Pance ini tidak menyurutkan Pejuang Mandar baik itu KRIS MUDA dan GAPRI untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda. Ini terbukti dengan perlawanan yang terjadi di beberapa daerah seperti Pamboang, Totolisi, Onang, Camba Pambusuang, dan lainnya.[41]
Perlawanan pemuda setelah aksi Westerling agak menurun. Penyebabnya adalah banyaknya pimpinan yang telah gugur dan tertangkap . selain itu banyak senjata yang digunakan oleh pejuang GAPRI disita sehingga perlawanan tidak sehebat dulu lagi.
Dalam penjara Majene, Hj. Maemunah dan beberapa pejuang lainnya disiksa. Pada malam ketiga, Maemunah ingin melarikan diri tetapi cepat diketahui polisi, akibatnya Jud Pance disiksa dan ditendang sampai jatuh dihadapan Maemunah sehingga ketika Maemunah kembali ke tahanan kemudian ia menulis sebuah surat untuk membebaskan suaminya yang akan dijatuhi hukuman mati. Dan permohonan ini diterima olh letnan dick. Mendengar permohonan Maemunah dikabulkan, maka HB Sangkala protes kepada letnan Dick atas keputusan tersebut, hingga pada akhirnya pada tanggal 13 April 1947 Pance ditangkap kembali.  Atas jasa baik seorang pegawai belanda asal ambon yang mengusulkan agar perkara Maemunah diselesaikan di Makassar. Tiba di makassar, Maemunah kemudian menghadap ke kantor yustisi untuk di proses dan ditetapkan sebagai tahanan wajib lapor dua kali seminggu. [42]
Pada masa inilah Maemunah semakin berani mengikuti urusan-urusan perjuangan bekerjasama dengan pejuang di Makassar. Selain itu urusan kelaskaran GAPRI 5.3.1 tetap dilanjutkan. Pembelian senjata api untuk dikirim ke Mandar dan Bangkala sebagai daerah yang masih bergejolak karena pejuang kemerdekaannya belum sempat ditangkap belanda. Tepat pada tanggal 27 Desember 1949, seluruh tawanan pejuang kemerdekaan bangsa dibebaskan dan mulailah para pejuang dapat menghirup udara bebas.[43] 
  Setelah pembebasan berangkatlah Hj. Maemunah dan lain-lain menuju Majene. Maemunah dan rombongan tiba di Majene terus ke Baruga. Setelah kemerdekaan, Maemunah menjadi kepala SGB di Majene (1954-1960) dan menjadi guru SGA berbantuan muhammadiyah di Makassar. Tanggal 1 Januari 1963 Maemunah mengalami gangguan kesehatan sehingga di pensiunkan. Setelah 11 tahun ia sembuh kemudian pada tanggal 1 Desember 1973 ia bertempat tinggal di teluk Gong terusan bendungan utara No. 1 Jakarta kota. [44]
Atas jasa-jasanya dalam pejuangan di daerah mandar, Hj. Maemunah diberikan pengakuan sebagai veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia dengan golongan A tanda jasa dari Departemen Keamanan Panglima Angkatan Bersenjata oleh Laksamana TNI Soedomo tanggal 31 Juli 1982. Selain itu, atas jasa-jasanya pemerintah setempat mendirikan tugu perjuangan di bekas rumahnya di baruga. Hj. Maemunah meninggal di Makassar 21 Juli 1995 dan di makamkan di pekuburan Dadi Makassar.[45]

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dengan memperhatikan dan memahami uraian-uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.    kedatangan tentara sekutu membuat masyarakat di Mandar khawatir akan penjajahan yang mereka akan alami kembali. Pada awalnya kedatangan sekutu disambut baik oleh masyarakat umum. Namun, pemberian senjata yang dilakukan oleh pihak sekutu terhadap NICA membuat masyarakat mandar marah dan melakukan perlawanan-perlawanan untuk menghindari penjajahan kembali oleh Belanda.
2.   Gerakan pemuda merupakan awal perlawanan yang dilakukan oleh pejuang Mandar dengan membentuk berbagai macam organisasi untuk mewadahi setiap warga yang tinggal di daerah Mandar untuk melakukan perlawanan terhadap pihak Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. beberapa kelaskaran yang terbentuk adalah KRIS MUDA MANDAR, GAPRI 5.3.1, dan ALRI PS  
3.     Hj. Maemunah merupakan salah satu tokoh sentral dalam perjuangan yang lahir di daerah Majene. Beliau merupakan anak yang bukan dari kalangan bangsawan. Walaupun bukan dari kalangan bangsawan, Maemunah berhasil memperlihatkan eksistensinya dalam pejuangan kemerdekaan di Mandar sebagai pemimpin Kelaskaran terbesar di Majene.
4.    Sebagai pemimpin dari GAPRI 5.3.1, ia mengorganisasikan para pejuang baik dalam latihan kemiliteran, persediaan makanan, persediaan senjata maupun turut dalam pertempuran melawan Belanda. Ia turut serta mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. sebagai pimpinan, ia telah berhasil membuat pihak Belanda pusing dengan perjuangan-perjuangan yang tak kenal lelah.
B.SARAN-SARAN
1.   Penulis menyadari, bahwa pembahasan dalam makalah ini masih perlu penambahan, utamanya pada bagian peran dan usaha Hj. Maemunah  yang disebabkan oleh keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk mendapatkan data-data yang lebih lengkap dan valid. Olehnya itu penulis mengharapkan agar diadakan penelitian lanjutan dan lebih mendalam oleh kalangan akademisi.
2.  Perlu kiranya penelitian tentang sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan ditinjau ulang kembali, dan dengan penjelasan yang komplit terutama sejarah perjuangan di daerah Mandar.
3.  Penulis mengharapkan agar pemerintah memberikan perhatian dan mencarikan jalan keluar untuk pengembangan sejarah lokal, untuk memperkaya khasanah sejarah nasional

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Muhammad, 2010, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat Kajian Sejarah Mempertahankan Kemerdekaan, Makassar: Dian Istana.
Kila, Syahir, 2011, Tiga Srikandi Pejuang Dari Mandar Sulawesi Barat, Makassar: Dian Istana
Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: BENTANG W.
Manda, Darman. 1989. Perjuangan Rakyat Barru Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1950).Ujung Pandang: FPIPS IKIP Ujung Pandang
Mandra, Muis, 2002, Sejarah Pejuangan Kemerdekaan di Mandar, Majene:
Pemerintah Daerah Kabupaten Majene Yayasan Sa’dawang.

Maeswara, Garda, 2010, Sejarah Revolusi Indonesia 1945-1950 Perjuangan Bersenjata dan Diplomasi untuk Mempertahankan Kemerdekaan, Yogyakarta: NARASI.
Notosusanto, Nugroho,1978, Metode Penelitian Sejarah Kontemporer,Jakarta: Idayu
Pawiloy, Sarita. 1979. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949 Daerah Sulawesi Selatan). Jakarta :Departemen P dan K
Poelinggomang, Edward. 2005. Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 2. Sulawesi Selatan: Balitbangda
Pranoto, Suhartono, 2010, Teori & Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rasyid, Darwis, 1999, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Polewali Mandar, Laporan Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Sulawesi Selatan, Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rochmat, Saefur, 2009, Ilmu Sejarah dalam Pespektif Ilmu Sosial, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rauf, H. Abdul, 2008, Kenangan untuk Indonesia Kumpulan Kisah Perjuangan Rakyat Manda dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI, Polewali: MURIMURI TRANSMEDIA. .
Sinrang, A. Syaiful. 1994. Mengenal Mandar Sekilas Lintas : Perjuangan Rakyat Mandar Menentang Penjajahan Belanda (1667-1949).Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Mandar Rewata Rio
Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan, Jakarta
--------------, 1995, Monumen Sejarah Perjuangan Bangsa Di Daerah Sulawesi Selatan, Makassar: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.






[1] Drs. Sudiyo, pergerakan nasional mencapai & mempertahankan kemerdekaan. Jakarta,2002, hlm. 5
[2] Edward L. Poelinggomang, Perjuangan kemerdekaan Indonesia. makalah pada “seminar dan temu tokoh” yang diselenggarakan oleh balai kajian sejarah dan nilai tradisional makassar, yang berlangsung di makassar pada tanggal 27 juni 2002, hlm. 6
[3] Darman Manda, Perjuangan Rakyat Barru Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1950).Ujung Pandang,1989, hlm. 2
[4] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 38
[5] Polmas merupakan singkatan dari Polewali Mamasa sebelum berubah nama menjadi Polman singkatan dari Polewali Mandar
[6] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 34.
[7] Suhartono W. Pranoo, teori & Metodologi Sejarah, Yogyakarta, 2010, hlm 11
[8] Nugroho Notosusanto, metode penelitian sejarah kontemprer. Jakarta: Idayu, 1978, hlm. 17.
[9] Saefur Rochmat, ilmu sejarah dalam perspektif ilmu sosial, Yogyakarta, 2009, hlm 147-150
[10]Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat, Makassar, 2010, hlm. 82-83
[11] Ibid,hlm.87-89
[12] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 37.
[13] Sarita Pawiloy, Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949 Daerah Sulawesi Selatan). Jakarta, 1979, hlm. 101

[14] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 37.
[15] Syaiful Sinranng, Mengenal Mandar Sekilas Lintas : Perjuangan Rakyat Mandar Menentang Penjajahan Belanda (1667-1949),Ujung Pandang,1994, hlm. 298
[16] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm. 36.
[17] Kol. Pun. H. Abdul Rauf, Kengan uintuk Indonesia Kumpulan Kisah Perjuangan Rakyat Mandar dalam Mempertahankan Kemerdekaan, Makassar, 2008, hlm 35.
[18] Ibid.,hlm. 39.
[19] Ibid., hlm. 40
[20] Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat, Makassar, 2010, hlm. 127
[21] Edward Poelinggomang, Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 2, Sulawesi Selatan,2005, hlm. 181
[22] Sarita Pawiloy, Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949 Daerah Sulawesi Selatan). Jakarta, 1979, hlm. 72
[23] Darwis Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, Makassar, 1999, hlm 32.

[24] Ibid., hlm 43.
[25] Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat, Makassar, 2010, hlm. 150
[26] Syahrir Kila, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar-Sulawesi Barat, Makassar:2011, hlm.82.
[27] Ibid., hlm 83.
[28] Ibid., hlm 84.
[29] Ibid., hlm. 84
[30] Ibid., hlm. 97
[31] Darwan Rasyid, Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia di Daerah Polewali Mamasa 1945-1950, laporan penelitian sejarah dan nilai tradisional sulawesi selatan, Makassar, 1999, hlm 42
[32] Muis Mandra, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Mandar, Majene, 2002, hlm 48
[33] Haji Maemuna Djud Pance, Sejarah Kelaskarah GAPRI 5.3.1. (Gabungan Pemberontak Rakyat Indonesia). Makalah pada seminar sejarah perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan menentang penjajahan asing, 1982.
[34] Muis Mandra, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Daerah Mandar, Majene, 2002, hlm 50

[35] Syahrir Kila, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar-Sulawesi Barat,Makassar:2011, hlm 83
[36] Muis Mandra, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Mandar,Majene:2002, hlm 49
[37] Ibid., hlm 69-72
[38] Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Monumn Sejarah Perjuangan Bangsa di Daerah Sulawesi Selatan, Makassar, 1995, hlm 17.

[39] Syahrir Kila, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar-Sulawesi Barat,Makassar:2011,  hlm. 109
[40] Ibid., hlm. 116
[41] Ibid., hlm. 111
[42] Ibid., hlm. 117-118
[43] Muis Mandra, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Daerah Mandar, Majene, 2002, hlm.100-102
[44] Syahrir Kila, Tiga Srikandi Pejuang dari Mandar-Sulawesi Barat, Makassar, hlm 85
[45] Iid.,  hlm. 123-124

Tidak ada komentar :

Posting Komentar