MISTERI “BATU
MINGNGANGA” DIANTARA DUA PULAU KERAMAT
Negeri
Indonesia telah menjadi buah bibir di kalangan masyarakat dunia karena kekayaan
dan keindahan alamnya. Banyak turis yang kemudian datang ke negeri ini hanya
sekedar untuk melihat kekayaan dan keindahan alam Indonesia. Kekayaan alam Indonesia
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan alam tersebut berasal dari daratan
maupun lautan. Khusus di lautan, Indonesia memiliki banyak kekayaan baik dari
terumbu karangnya, biota lautnya sampai pada budaya maritimnya. salah satu
wilayah Indonesia yaitu Provinsi Sulawesi Barat memiliki keakenaragaman laut
yang sangat kaya. Akan tetapi dibalik kekayaan tersebut terdapat sebuah
cerita-cerita mistis yang menjadi buah bibir di masyarakat setempat yang membuat
para nelayan diselimuti ketakutan ketika mereka melaut. Mereka biasa menyebutnya “Hantu Laut”.
Dari
beberapa cerita-cerita mistis di perairan Sulawesi Barat terdapat sebuah cerita
dari perbatasan Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di
Kabupaten Polewali Mandar. Polewali Mandar menyimpan beberapa kisah tentang
“hantu laut” dan salah satunya adalah ”Batu Mingnganga”. Batu Mingnganga terletak di Kabupaten Polewali Mandar, Kecamatan
Binuang, antara Desa Rea Timur dengan Kelurahan Amassangan, antara Pulau Salama (Pulau To Salama) dengan Pulau
Battoa.
Batu Mingnganga
merupakan sebutan masyarakat sekitar. Batu
Mingnganga terbentuk dari beberapa buah kumpulan batu besar yang membentuk
sebuah lingkaran. Bentuk batu tersebut seperti sebuah mulut yang sedang terbuka
(menganga) sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Batu Mingnganga (Batu yang menganga). Sebagian masyarakat percaya
bahwa batu ini hidup dan bisa bergerak.
Banyak
cerita dari orang tua tempo dulu yang mengisahkan tentang keramatnya Batu Mingganga. Salah satunya kesaksian saya
dapatkan dari Nenek saya sendiri yang
bernama Abdul Karim yang tinggal di Pulau
Salama. Menurut beliau keberadaan dan bagaimana munculnya Batu Mingganga masih menjadi misteri.
Menurutnya, batu tersebut awalnya berukuran kecil tapi lama kelamaan batu
tersebut berubah menjadi besar seiring dengan perkembangan waktu. Ketika saya
bertanya mengapa batu tersebut berubah menjadi besar, beliau tidak mengetahuinya
secara pasti. Masyarakat setempat juga tidak mengetahui bagaimana batu tersebut
berubah menjadi besar.
Tidak
diketahui apakah batu tersebut hidup atau mati karena di satu sisi batu itu
tidak pernah bergerak, tapi disisi lain (menurut pengakuan narasumber) bahwa
zaman dahulu batu tersebut mempunyai lidah dan gigi, tapi sekarang gigi terebut
telah hilang setelah di tombak oleh beberapa serdadu belanda yang melintasi
daerah itu. “dulu, ada 2 buaya yang selalu
mengelilingi batu itu akan tetapi pada saat ini buaya tersebut sudah tidak ada
lagi, entah kenapa buaya itu sudah tidak mengelilingi batu itu” kata beliau.
Ada
juga cerita lain yang mengisahkan munculnya Batu
Mingganga dan cerita ini saya dapatkan waktu masih berusia 9 tahun ketika
saya masih sering ke Pulau Salama
untuk berziarah salah satu kubur keramat yang bernama Syekh Haji Abdul Rahim Kamaluddin dan menurut
penuturan narasumber bahwa beliau merupakan penyebar islam di pulau tersebut.
Menurut kisahnya dahulu kala pernah terjadi pertarungan antara ular dengan
buaya. Perkelahian tersebut berlangsung sangat lama dan sengit. Namun
pertarungan kedua binatang itu akhirnya berakhir ketika mendapat kutukan, ular
dikutuk menjadi Batu Mingnganga dan
buaya dikutuk menjadi sebuah pulau.
Menurut
kepercayaan masyarakat setempat pada zaman dahulu, pada saat ingin ke laut dan
menyeberang ke Pulau Salama yg
terlebih dahulu melewati Batu Mingnganga, ada beberapa pantangan, yaitu wanita hamil
dilarang untuk melewati batu tersebut
karena pernah ada suatu kejadian (menurut narasumber) ketika ada seorang wanita
hamil dengan usia kandungannya Yang baru berusia 3 bulan dan dia melewati Batu Mingnganga, dia tiba tiba keguguran.
Ada pula kejadian ketika suatu hari ada yg melewati batu tersebut dan dia
menunjuknya, pada saat itu pula jari telunjuknya tidak bisa kembali ke tempat
semula.
masyarakat
pada zaman dahulu juga mempercayai ketika melewati batu tersebut kita dilarang
lewat dibelakangnya dan harus lewat didepan batu itu. Ketika lewat kita
diharuskan untuk melempar sebuah telur demi kelancaran perjalanan sampai di
tempat tujuan. Menurut narasumber, pada zaman Belanda pernah ditemukan mayat di
laut dan menurut mereka dia mati karena melanggar beberapa pantangan yang
berlaku pada masyarakat setempat.
Akan
tetapi di zaman modern ini, kepercayaan tersebut sudah mulai luntur. Menurut
narasumber kemistisan Batu Mingnganga
tidak lagi seperti dahulu karena beliau sering melihat sudah banyak orang yang
lalu lalang disekitar Batu Mingganga
tanpa mengindahkan kepercayaan-kepercayaan masyarakat tempo dulu. Selain itu
juga ditemukan banyaknya pemancing yang berkeliaran disekitaran batu tersebut.
Tidak ada yang tahu entah kenapa kemistisan batu itu menjadi hilang.
Dari
beberapa kererangan narasumber di atas, penulis menyimpulkan bahwa Batu Mingganga merupakan sebuah mitos yg
dimana keberadaan batu tersebut telah ada sejak lama dan kebenaran cerita itu
masih perlu dibuktikan melalui sebuah penelitian yang lebih lanjut dengan
bukti-bukti atau asumsi-asumsi yang mengarah pada kebenaran cerita tersebut.
Namun, cerita mistis mengenai Batu
Mingnganga yang keramat telah menjadi tradisi lisan para orang tua
terdahulu yang telah diwariskan secara turun-temurun. Nilai yang dapat diambil
dari cerita tersebut adalah bahwa kita sebagai manusia yang hidup berdampigan
dengan sesama makhluk hidup harus saling menghormati. Cerita mistis dibalik
keberadaan Batu Mingnganga biarlah
menjadi cerita yang selalu mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga dan
memperhatikan tingkah laku ketika berada di lautan karena di dunia ini bukan
hanya manusia saja yang hidup, makhluk lainnya pun hidup berdampingan dengan
kita. Manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi ini dan eloknya kita harus
menjaga alam ini dari kerusakan.
Keterangan Narasumber: Abdul Karim
Cerita-Cerita Rakyat
Cerita-Cerita Rakyat
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusWah menarik,,, lebih bagus kalo dikasikkan juga fotonya itu batu di'?? hehehe penasaranka' :):)
BalasHapusIyaa, sementara ini blm ada dokumentasi batu tersebut krn blm ada yg berani menemani saya menuju lokasi batu mingnganga. Tp inshaallah setelah sy dapat fotonya sy akan langsung posying di blog
HapusSudah 3 tahun, foto batunya belum ada, situ niat nga sih ??? Kalau memang nga percaya sama mitosnya, trus kenapa harus ditemenin ? Knp nga pergi sendiri aja ?? Katanya nga percaya tpi toh nyatanya minta ditemenin.
BalasHapus