Minggu, 04 Desember 2016

PERJALANAN SM-3T: Lentera Jejak di Perbatasan Barat Waropen, Papua




Hidup merupakan sebuah perjuangan. masa depan yang cerah tentunya tidak bisa diraih dengan mudah. usaha dan doa adalah kunci  utama menuju kesuksesan tersebut. salah satu cara yang saya tempuh untuk meraih kesuksesan tersebut adalah dengan mengukuti program SM3T (Sarjana Mendidik d Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal). berbagai tes yang cukup sulit saya ikuti dan akhirnya saya bisa melewati semua tes tersebut hingga akhirnya saya mendapatkan tempat tugas di Kabupaten Waropen, Provinsi Papua.

Prakondisi di Kampus UNM
Prakondisi di Rindam VII Wirabuana Pakkato, Kabupaten Gowa

Mengikuti program SM3T merupakan sebuah sebuah perjuangan yang sangat panjang. Sebelum diterjungkan untuk mengabdi ke lokasi 3T, para peserta yang telah dinyatakan lulus harus mengikuti serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan bekal dalam menghadapi beberapa medan yang tidak terduga. Tanggal 2-17 Agustus 2016 sebanyak 263 peserta yang dinyatakan lulus harus mengikuti Prakondisi yang dilaksanakan LPTK UNM di Kampus UNM dan Rindam VII Wirabuana Pakkatto, Kabupaten Gowa untuk memberi bekal baik dalam bentuk pelatihan pendidikan, pelatihan ketahanmalangan dan lain-lain.

Pelabuhan Biak

19 Agustus 2016, tepat pukul 01.00 WITA dini hari sebanyak 50 orang Guru SM3T terdiri dari 14 pria dan 36 wanita diberangkatkan menuju Kabupaten Waropen. Kami berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin menuju Bandara Internasional Frans Kaisiepo, Kabupaten Biak. Pukul 05.00 WIT, kami tiba di Bandara dengan selamat. Banyaknya barang bawaan para Guru SM3T seperti Koper yang super besar, Dos yang berisi makanan ringan dan beberapa barang bawaan lainnya membuat kami sedikit kerepotan. Hal ini disebabkan karena jumlah pria sangat sedikit sedangkan barang yang akan dibawa sangat banyak. Setelah bekerja sangat keras, akhirnya kami berhasil membawa semua barang ke Pelabuhan Biak.

Perjalanan Menuju Kabupaten Waropen menggunakan Speed Boat

Pukul 12.00 WIT akhirnya kami berangkat menggunakan Speed Boat selama 4 jam. Bisa dibayangkan betapa lelahnya kami karena waktu istirahat yang tidak cukup ditambah harus mengarungi perjalanan laut yang sangat panjang. Namun rasa lelah terbayar dengan pemandangan laut Papua yang sangat indah. Beberapa dari kami kemudian naik ke lantai teratas untuk menikmati pemandangan laut dan beberapa dari kami terkapar tak berdaya di kursi penumpang karena mabuk laut.

Pelepasan Guru SM3T Angkatan IV dan Penyambutan Guru SM3T Angkatan V

Setelah mengarungi perjalanan laut yang sangat panjang, kami tiba di Pelabuhan Waren, Kabupaten Waropen pada sore hari. Kami disambut oleh Guru SM3T angkatan sebelumnya yang akan pulang ke Makassar pada esok harinya. Beberapa dari senior memberikan Buah pinang dan sirih sebagai penyambutan. Walaupun telah sampai di tempat tujuan, Kami belum bisa beristirahat dengan tenang karena masih harus mengurusi barang bawaan yang super banyak. Sebagai lelaki, kami maju pada garis depan dalam hal angkat-mengangkat barang dibantu dengan beberapa Guru SM3T angkatan sebelumnya.
Setelah berhasil mengeluarkan barang dari kapal dan memasukkanya kembali ke mobil dinas yang sediakan oleh pemerintah untuk mengangkut rombongan Guru SM3T Angkatan V, kami di undang oleh Pak Nathan (Kepala Suku Besar Kabupaten Waropen) di kediamannya sekaligus sebagai sambutan resmi dari pemerintah Kabupaten Waropen. 19 Agustus 2016 malam saat acara lepas sambut, Dinas Pendidikan Pemuda, dan Olahraga membacakan SK penempatan kepada 50 Guru SM3T. Pada saat itu saya mendapat tugas di SD Negeri Mambai, Kampung Mambai, Distrik Soyoi Mambai. Tanggal 20 Agustus 2016 terjadi perubahan SK Penempatan karena masih banyak sekolah yang meminta tenaga Guru SM3T namun belum mendapatkannya. SK Penugasan kembali berubah sampai 3 kali dan akhirnya saya ditugaskan di SD Negeri Dokis, Kampung Dokis, Distrik Wapoga yang berada di perbatasan antara Kabupaten Waropen dan Kabupaten Nabire. 

Tanggal 21 Agustus dimulailah pemberangkatan pertama Guru SM3T. para Guru SM3T dijemput satu persatu ke lokasi tugasnya masing-masing. Sempat terlintas bahwa daerah yang akan saya datangi menjadi daerah yang berat dan saya akan memiliki masa-masa sulit ditambah dengan tidak adanya jaringan telfon seluler di tempat itu. Hal itu sempat membuat saya takut untuk pergi ke lokasi pengabdian karena dengan tidak adanya jaringan telfon seluluer, maka segala komunikasidengan dunia luar akan terputus. Namun walaupun sempat diselimuti oleh rasa takut dan khawatir, akhirnya saya memberanikan diri untuk menerimanya karena itu merupakan resiko dan tanggung jawab sebagai pendidik di daerah pelosok.

Berangkat Menuju Lokasi Pengabdian di Kampung Dokis, Distrik Wapoga menggunakan Perahu Semang

Tanggal 3 September 2016, Bapak Dolfinus Imbiri, S.Pd (Kepala SD Negeri Dokis) menjemput saya di Posko Induk SM3T. Saya beserta Bapak Dopi (sapaan akrab kepada Bapak Dolfinus Imbiri) berangkat dari pelabuhan Sawai menuju Kampung Dokis. Perjalanan kami tempuh kurang lebih selama 7-8 jam menggunakan Perahu Semang (jenis perahu yang menggunakan penyeimbang disisi kiri dan kanan). Pukul 04.00 Sore kami berdua tiba di Sungai Wapoga dan sempat singgah sejenak di Kampung Pirare untuk rekan Guru SM3T lainnya di Distrik Wapoga. Setelah bertemu dan berbincang-bincang sejenak dengan rekan-rekan seperjuangan, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Kampung Dokis dengan melewati rimbunnya Hutan Bakau di sepanjang perjalanan. 


Tiba di Pelabuhan Kampung Dokis

Pukul 05.30 sore akhirnya saya tiba di Pelabuhan Kampung Dokis dengan semua barang bawaan yang sangat banyak. Pada saat itu ada beberapa anak sekolah yang datang untuk menjemput kami berdua. Saya, Bapak Dopi dan beberapa siswa kemudian berjalan kaki menuju arah perkambungan. Setelah kurang lebih 30 menit berjalan kaki, akhirnya saya tiba di rumah Kepala Kampung Dokis dan sempat berbincang-bincang beberapa saat sebelum beristirahat. 


Rumah Kepala Kampung Dokis

Bapak Dopi kemudian bermusyawarah dengan Kepala Kampung Dokis untuk menentukan dimana saya akan bertempat tinggal selama masa tugas berlangsung. Setelah berbincang-bincang, akhirnya diputuskan agar saya tinggal di rumah Kepala Kampung demi kemanan dan kenyaman saya di tempat ini. 

Sebelum berangkat ke lokasi pengabdian, banyak kekahwatiran yang sempat mengahampiri fikiran mulai dari tempat tugas sampai pada masyarakatnya. Namun Setelah berada di Kampung Dokis, kekhawatiran itu hilang dan berganti dengan rasa nyaman. Kepala Kampung Dokis berjanji untuk selalu menjaga keamanan dan kenyamanan selama saya menjalankan tugas di SD Negeri Dokis. Kepala Kampung juga berpesan agar saya dapat membantu anak-anak Kampung Dokis agar menjadi cerdas. Selain itu masyarakat juga berharap besar kepada Guru SM3T agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di Distrik Wapoga khususnya Kampung Dokis. 

Hari pertama di lokasi pengabdian adalah hari beradaptasi untuk mengenal sifat dan karakter masyarakat setempat. Hal ini menjadi penting agar tidak ada rasa tersinggung ketika kita mulai berdiskusi dan bersosialisasi dengan masyarakat. Sosialisasi berjalan dengan baik dan lancar ketika saya berjalan-jalan ke arah perkampungan dengan Mengunjungi beberapa orang untuk berdiskusi dan berbagai pengalaman hidup.

Secara umum, Masyarakat Waropen masih sangat tergantung dengan dana otonomi khusus baik yang bersumber dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Mayoritas Masyarakat Kampung Dokis bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Namun, hasil kebun maupun melaut hanya di tujukan untuk komsumsi pribadi. Hal ini menyebabkan perputaran ekonomi di Kampung Dokis menjadi tidak terlalu berkembang. Beberapa sarana dan prasarana terus di bangun di tempat ini mulai dari Puskesmas, renovasi dermaga, pembuatan pasar kampung, posyandu dan beberapa fasilitas lainnya agar kehidupan masyarakat Kampung Dokis sejahtera.

Masyarakat Kampung Dokis sangat ramah dan baik. Hal ini tercermin ketika pertama kali bergaul dengan masyarakat setempat. Mereka sangat menghargai profesi guru sebagai profesi yang sangat mulai karena tujuannya adalah membuat anak mereka menjadi cerdas agar kehidupan anak mereka bisa lebih baik lagi di masa mendatang. Sapaan akrab seperti “selamat pagi pak guru”, “selamat siang pak guru”, atau “selamat malam pak guru” menjadi sapaan yang sangat sering saya dengar. 
Perjalanan Menuju Sekolah

4 September 2016 merupakan hari pertama masuk sekolah dan pertama kali bertemu dengan para dewan guru dan siswa-siswi SD Negeri Dokis. Saya kemudian memperkenalkan diri kepada Dewan Guru dan para siswa. Kesan pertama ketika pertama kali bertemu dengan mereka sangat luar biasa. Semangat yang tinggi untuk menimba ilmu pengetahuan walaupun berada di tempat yang jauh dengan sarana yang kurang memadai menjadi motivasi tersendiri bagi saya untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. 
Trip To Dokis Jungle

Cara berperilaku, cara hidup, serta cara bergaul dengan masyarakat menjadi berubah ketika berada di tempat ini. Saya tidak bisa memakai cara bergaul seperti biasa ketika berada di tempat ini. Hidup di rumah Kepala Kampung Dokis menjadi pengalaman yang sangat berharga. Salah satu yang berubah adalah cara makan. Ketika pertama kali makan malam dengan keluarga baru disini, saya dikelilingi oleh Anjing yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama hidup. Pemandangan ini merupakan pemandangan yang selalu saya lihat setiap waktu makan tiba. Beberapa Anjing milik Kepala Kampung selalu mengelilingi ketika waktu makan tiba. Mungkin ada rasa jijik ketika hal tersebut terjadi, tetapi lama kelamaan saya sudah menjadi biasa dengan pemandangan tersebut. Saya juga punya pengalaman lain yang berhubungan dengan hewan tersebut di Kamar Mandi. Sedikit penjelasan bahwa kamar mandi berada di bagian paling belakang rumah yang hanya berdinding terpal dan di beberapa bagian dinding terpal sudah ada yang robek. Suatu hari ketika saya berada di WC untuk buang air besar, tiba-tiba ada seekor anjing yang masuk melalui salah satu bagian terpal yang robek dan itu membuat saya kaget dan saya seketika langsung loncat dari tempat saya buang air besar. Syok dan kaget tentu saja terjadi, namun akhirnya saya hanya bisa tertawa kecil karena kejadian tersebut bagi saya sangat lucu dan hal itu juga terjadi pertama kali dalam hidupku. Mungkin kejadian ini hanya akan terjadi di tempat ini.

Melaksanakan Tugas Mengajar

Kepala SD Negeri Dokis memberi amanah untuk mengajar di Kelas V, namun secara umum saya mengajar di kelas V dan VI pada satu ruang kelas. Saya juga beberapa kali mengajar di kelas I-IV ketika wali kelas mereka berhalangan untuk hadir. Perangkat pembelajaran seperti RPP dan lainnya telah saya buat sesuai dengan standar pendidikan nasional KTSP, namun rencana pembelajaran tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan karena fokus mengajar adalah 3M (Menulis, Membaca, dan Menghitung). Selama 1 tahun masa pengabdian di SD Negeri Dokis, saya hanya memfokuskan pelajaran pada 3 aspek tersebut. Walaupun beberapa kali saya mencoba untuk memasukkan materi pelajaran sesuai dengan tingkatan kelas mereka. Namun secara umum materi pelajaran tidak berjalan sesuai dengan tingkatan kelas mereka.


Menyeberang Sungai Wapoga menggunakan Kole-Kole untuk Shalat Jum'at

Pengalaman unik lainnya adalah ketika saya melaksanakan Shalat Jum’at. Distrik Wapoga hanya memiliki satu masjid yaitu Masjid An-Nur Wapoga yang terletak di Kampung Pirare. Ketika hari Jum’at tiba, saya melaksanakan tugas di sekolah seperti biasa namun proses pembelajaran hari Jum’at di SD Negeri Dokis adalah pelajaran olahraga dan berlangsung di luar kelas. SD Negeri Dokis tidak memiliki buku mata pelajaran olahraga sehingga setiap hari Jum’at, saya hanya memberi mereka Latihan olahraga ringan atau melatih PBB dan PPS serta Latihan Upacara Bendera. Para dewan guru juga mengerti bahwa hari Jum’at bagi muslim merupakan hari suci dan para guru memberi kelonggaran bagi saya untuk bersiap ke masjid lebih cepat karena masjid berada cukup jauh dari Kampung Dokis. Jam 10.00 pagi biasanya saya sudah berada di rumah untuk mempersiapkan diri menuju Masjid. Biasanya saya sudah janjian dengan rekan Guru SM3T yang ada di Kampung Waweri untuk menjemput saya dengan Sepeda Motor. Namun jika berhalangan, saya berjalan kaki sampai ke Kampung Waweri.

Perjalanan Menggunakan Sepeda Motor
Perjalanan dengan jalan kaki
Perjalanan dengan Sepeda Motor untuk sampai ke Kampung Waweri memakan waktu kurang lebih 30 menit sedangkan jika berjalan kaki harus menempuh waktu lebih dari satu jam perjalanan. Perlu diketahui bahwa jalanan dari Kampung Dokis ke Kampung Waweri di keilingi oleh hutan lebat dan di sepanjang perjalanan tidak akan ada rumah penduduk yang akan kita temui. Rumah penduduk baru kita akan temui ketika sampai di Kampung Waweri. Kondisi jalan dan beberapa jembatan yang rusak biasanya menjadi tantangan tersendiri namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat untuk melaksanakan ibadah Shalat Jum’at. Setelah tiba di Kampung Waweri, saya dan rekan Guru SM3T Kampung Waweri (Rahmat Yasib, S.Pd) harus menyeberang Sungai Wapoga yang cukup luas dengan perahu kecil (kole-kole) mendayung sampai di daratan sebelah. Jika mendayung, kami harus menempuh perjalanan selama 30 menit untuk sampai ke Kampung Pirare. Selama masa pengabdian, saya bersyukur karena tidak pernah melewatkan kewajiban sebagai seorang muslim untuk Shalat Jum’at walaupun beberapa kali terlambat sampai ke masjid. 
Berkebun

Jika waktu libur tiba, basanya kami melakukan beberapa pekerjaan rumah atau mengisi waktu dengan berkebun. kami memiliki sebuah kebun yang kami buat dan rawat jika memiliki waktu luang. kami menanam Ubi Jalar, Ubi Kayu, Kacang Panjang, Tomat, Lombok, Bayam dan Kangkung. Kebun ini sangat bermanfaat karena dengan adanya kebun ini kami bisa langsung mengambil bahan dapur dan tidak perlu repot untuk membelinya.

Sebagai guru, kami selalu berusaha memberikan kesan yang baik kepada masyarakat sekitar, bukan hanya di kampung penempatan saja. Respon masyarakat Distrik Wapoga kepada kami sungguh baik, ketika kami menemui masalah atau kesulitan, masyarakat selalu dengan ikhlas menolong kami. Keramahan mereka membuat kami betah dan tidak khawatir lagi dengan keamanan kami. Pernah suatu kali waktu saya menginap di Posko Guru SM3T Kampung Awera, ada seorang pria mabuk yang mendatangi kami pada malam hari sekitar pukul 10.00 malam. Ketika itu kami bertujuh kebetulan bermalam di Posko Kampung Awera. Pria itu datang dan mengetuk pintu rumah ketika kami sedang asik bercerita mengenai pengalaman di tempat masing-masing. Mengetahui pria itu sedang mabuk, para ibu guru langsung panik dan segera masuk ke kamarnya sedangkan kami laki-laki tinggal untuk meladeni pria mabuk tersebut. Saya mengira bahwa pria tersebut akan membuat masalah di tempat kami tapi ternyata pria tersebut hanya ingin berkunjung dan menyapa kami untuk bersilaturahim. Mungkin pada saat itu pria tersebut dalam keadaan tidak sadar namun beliau bercerita panjang lebar mengenai kehidupannya sebagai pengangguran dan kadang pria tersebut berbicara tidak jelas dan kadang tidak nyambung terhadap perkataan kami. Setelah 1 jam lebih meladeni pria tersebut, akhirnya dia pergi secara baik-baik tanpa menimbulkan masalah di tempat kami. Tidak lupa pria itu mengucapkan “selamat malam pak guru dan ibu guru” sebelum meninggalkan rumah kami. Dari cerita tersebut saya bisa menyimpulkan bahwa masyarakat Distrik Wapoga secara umum dan Masyarakat Kampung Dokis secara khusus sangat menghargai profesi guru sebagai profesi sebagai profesi yang mulia. Di Papua, jika kita adalah seorang guru, jangan khawatir dengan keamanan dan kenyamanan karena masyarakat Papua sangat menghargai seorang guru. 

Beberapa cerita tersebut merupakan sedikit dari sekian banyak pengalaman yang saya dapatkan di lokasi pengabdian. Cerita tentang pengalaman unik dan lucu, cerita mengenai sekolah dan para guru serta siswanya. Semua cerita tersebut terangkum dalam sebuah sketsa kenangan yang tidak akan terlupakan. Saya sangat berterima kasih kepada para Dewan Guru dan Masyarakat Waropen terkhusus masyarakat Kampung Dokis yang telah menerima dan memperlakukan saya dengan baik. Terima kasih SM3T, terima kasih Papua atas pengalaman hidupnya.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH


Tidak ada komentar :

Posting Komentar